APBN 2022 berfungsi efektif sebagai shock absorber dari ketidakpastian global akibat normalisasi moneter AS dan dampak geopolitik sehingga mampu menjaga inflasi tak terlalu panas.

JAKARTA - Pemerintah mengakui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) berperan penting dalam menjaga stabilitas makroekonomi. APBN telah bekerja luar biasa untuk menstabilkan harga sehingga inflasi sampai akhir 2022 mampu terjaga di level 5,5 persen.

"APBN bekerja luar biasa untuk menstabilkan harga-harga, termasuk memberikan subsidi yang melonjak hingga lebih dari tiga kali lipat," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam Konferensi Pers APBN KiTA, di Jakarta, Selasa (3/1).

Sri Mulyani menyebutkan salah satu upaya pengendalian tingkat inflasi adalah melalui pemberian subsidi terhadap komoditas yang harganya sedang melambung tinggi di tingkat global seperti minyak.

Dia tak memungkiri Indonesia tidak akan terhindar dari pengaruh kenaikan harga komoditas global sehingga inflasi sempat merangkak naik termasuk ketika pemerintah melakukan penyesuaian kenaikan harga BBM.

"Inflasi kita merambat naik saat kita juga melakukan penyesuaian naik terhadap harga minyak yang begitu sempat melonjak luar biasa tinggi," ujarnya.

Dia menjelaskan upaya pengendalian inflasi melalui pemberian subsidi menggunakan APBN merupakan langkah policy mix bersamaan dengan Bank Indonesia (BI) yang juga berusaha menekan inflasi.

Penggunaan APBN membuat BI tidak perlu merespons kenaikan inflasi secara ekstrem seperti berbagai bank sentral di negara maju yang menaikkan suku bunga secara masif sehingga berdampak terhadap perekonomian.

Menurut Sri Mulyani, inflasi Indonesia yang berada di level 5,5 persen pun relatif baik dibandingkan semua negara baik G20 maupun Asean 6 dan Asean 5.

Beberapa negara mengalami inflasi di atas Indonesia seperti Thailand 5,6 persen, Brasil 5,9 persen, India 5,9 persen, Perancis 6,2 persen, Singapura 6,7 persen, Kanada 6,8 persen, AS 7,1 persen, Eropa 10,1 persen, Inggris 10,7 persen bahkan Argentina mencapai 92,4 persen dan Turki 84,4 persen.

"Ini adalah salah satu prestasi yang sangat baik bagaimana pemerintah dan BI melakukan policy mix untuk menjaga tingkat harga termasuk menggunakan APBN dengan subsidi," jelasnya.

"Shock Absorber"

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara, mengatakan APBN menjadi shock absorber untuk menyerap berbagai shock dari berbagai bidang sekaligus meredam guncangan global.

Saat ketidakpadian ekonomi global meningkat akibat agresivitas kenaikan bunga acuan the Fed dan dampak perang Russia-Ukraina, harga komoditas dunia melambung. Alhasil, kondisi tersebut mendorong kenaikan harga, terutama energi di dalam negeri yg berimbas pada inflasi kebutuhan pokok.

Karena itu, APBN dijadikan shock absorber untuk memastikan inflasi di dalam negeri tetap terkendali dan tidak naik terlalu tinggi. Suahasil menjelaskan sebagai shock absorber adalah dengan memastikan harga-harga yang penting terutama administered price terutama harga energi yang tidak meningkat secara drastis.

"Dalam hal ini berarti APBN harus menjadi alokasi subsidi dan kompensasi lebih tinggi," ujarnya, beberapa waktu lalu.

Selain melalui subsidi, APBN juga dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat dengan cara peningkatan belanja perlindungan sosial (perlinsos) terutama kepada kelompok masyarakat miskin dan rentan.

Selan itu, APBN juga turut menjaga momentum pemulihan ekonomi dengan cara memberikan stimulus kepada dunia usaha supaya penyerapan tenaga kerja bisa berlanjut sehingga angka pengangguran dan kemiskinan dapat berkurang.

Baca Juga: