Jika APBN banyak tersedot untuk membayar beban bunga, fungsinya akan tergerus dan itu akan menghambat pengentasan kemiskinan.
JAKARTA - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diakui menjadi tulang punggung pembangunan nasional. Dari masa ke masa, perannya dalam membangun negara sudah tidak ragukan lagi.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-20 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 belum lama ini menjelaskan bahwa dalam 10 tahun terakhir, APBN menjadi sumber pendanaan penting untuk melaksanakan kegiatan pembangunan baik fisik maupun nonfisik.
Namun demikian, ekonom STIE YKP Yogyakarta, Aditya Heru Nurmoko, mengatakan bahwa sebenarnya peran APBN bisa lebih penting lagi jika tidak terbebani kewajiban membayar cicilan dan pokok utang, terutama yang berasal dari bunga obligasi rekapitalisasi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Menurutnya, dalam menghadapi tantangan ekonomi yang semakin kompleks, sangat penting untuk memastikan bahwa APBN memiliki kualitas yang tinggi. Hal ini tidak hanya terkait dengan alokasi dana, tetapi juga dengan strategi dan kebijakan yang diambil untuk memaksimalkan manfaat bagi masyarakat luas.
Salah satu langkah strategis yang perlu dipertimbangkan adalah moratorium pembayaran bunga obligasi rekap BLBI. Dana yang selama ini dialokasikan untuk pembayaran bunga obligasi tersebut dapat dialihkan untuk pembangunan ekonomi kerakyatan.
"Dengan demikian, kita dapat lebih fokus pada peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui berbagai program pembangunan yang langsung menyentuh kebutuhan dasar rakyat," kata Aditya saat dihubungi, Jumat (4/7).
Pembangunan ekonomi kerakyatan mencakup berbagai sektor, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Dana yang dialihkan dari pembayaran bunga obligasi rekap dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pendidikan, menyediakan layanan kesehatan yang lebih baik, dan membangun infrastruktur yang mendukung aktivitas ekonomi masyarakat. Selain itu, dana tersebut juga dapat digunakan untuk mendukung sektor UMKM yang merupakan tulang punggung perekonomian nasional.
Selain itu, menurut Aditya, dengan fokus pada pembangunan ekonomi kerakyatan, kita dapat menurunkan tingkat kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Sasaran pembangunan yang telah disepakati, seperti tingkat kemiskinan 7-8 persen dan rasio gini 0,379-0,382, hanya dapat dicapai jika kita mampu mengalokasikan dana secara efektif dan efisien untuk program-program yang benar-benar memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Dalam jangka panjang, langkah ini akan membantu memperkuat fondasi ekonomi nasional. Ketahanan ekonomi yang kuat dan stabil hanya dapat dicapai jika seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan manfaat dari pertumbuhan ekonomi.
"Oleh karena itu, moratorium pembayaran bunga obligasi rekap BLBI dan pengalihan dana tersebut untuk pembangunan ekonomi kerakyatan adalah langkah yang tepat untuk memastikan APBN kita berkualitas dan pro-rakyat," tandas Aditya.
Aditya juga menegaskan pentingnya untuk terus mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan APBN agar setiap rupiah yang dibelanjakan benar-benar memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.
"Kalau masih ada pembayaran obligasi rekap berarti APBN belum kredibel karena keuangan negara seperti ini, sementara penerima rekap kan sudah kembali jadi 'konglo' semua sekarang. Ditambah lagi ternyata masih banyak korupsi," papar Aditya.
Jangan Terbebani Utang
Guru Besar bidang sosiologi ekonomi dari Universitas Airlangga Surabaya, Bagong Suyanto, mengatakan struktur APBN tidak boleh terbebani berlebihan oleh beban utang agar mampu menopang dan mendorong berbagai program ekonomi kerakyatan dan pengentasan kemiskinan.
Menurutnya, kemiskinan memiliki sifat multidimensional, penanggulangannya juga harus dari segala sisi, baik pendekatan ekonomi dan permodalan, dan juga berbagai kebijakan yang dapat memutus pewarisan kemiskinan antar generasi.
"Orang miskin harus diberi kesempatan berpartisipasi dalam proses pembangunan ekonomi. Namun, jika anggarannya banyak tersedot untuk membayar beban bunga, tentu itu akan menghambat pengentasan kemiskinan. Fungsi APBN kita banyak yang tergerus akibat berbagai utang, termasuk obligasi rekap BLBI," tutur Bagong.
Peneliti Pusat Riset Pengabdian Masyarakat (PRPM) Institut Shani Buana, Bengkayang, Kalimantan Barat, Siprianus Jewarut, menegaskan sudah semestinya pemerintah mengurangi jumlah utang, termasuk moratorium pembayaran bunga obligasi rekap BLBI
Sementara itu, peneliti ekonomi Celios, Nailul Huda, mengatakan tentu APBN yang diharapkan mempunyai keseimbangan primer yang surplus dengan menjaga rasio defisit tidak terlalu lebar dan jauh di bawah batas aman (3 persen).
Dengan defisit dan keseimbangan primer yang prudent, saya rasa pemerintah bisa mengelola APBN dengan risiko rendah serta tidak perlu utang untuk membayar utang ditambah bunga utang.