APBN sebagai instrumen fiskal negara harus memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian, di antaranya dengan upaya penajaman fokus dan efisiensi belanja negara.

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2022 harus menjadi instrumen utama pendongkrak pertumbuhan ekonomi pada tahun depan. Presiden Jokowi meminta setiap anggaran negara dapat digunakan untuk memperkuat daya tahan dan mengakselerasi daya saing ekonomi di tengah pelambatan ekonomi dunia yang berpotensi masih berlanjut pada 2022.

"Kita mesti mewaspadai tantangan kita di 2022. Potensi berlanjutnya pandemi dan perlambatan ekonomi dunia masih ada. Karena itu, APBN 2022 harus bisa menjadi instrumen utama untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, memperkuat daya tahan ekonomi, mengakselerasi daya saing kita," ujarnya dalam Sidang Kabinet Paripurna bersama jajaran menteri dan kepala lembaga negara di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (17/11).

Presiden meminta peningkatan daya saing ekonomi Indonesia agar dapat mendorong ekspor dan mengundang lebih banyak investasi. Karena itu, APBN sebagai instrumen fiskal negara harus memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian, di antaranya dengan upaya penajaman fokus dan efisiensi belanja negara. "Belanja dan rutinitias yang tak perlu segera dihilangkan, geser ke yang produktif," katanya.

Presiden juga menginstruksikan seluruh kementerian/lembaga bergerak cepat merealisasi APBN 2022 sejak awal Januari 2022. Dia ingin berbagai program pemerintah sudah bisa dieksekusi sejak awal 2022.

Dalam Rancangan APBN 2022 yang disampaikan Presiden Jokowi pada pidato kenegaraan 16 Agustus 2021, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2022 di kisaran 5,0-5,5 persen. Pada 2022, pemerintah mengalokasikan belanja negara 2.708,7 triliun rupiah, dengan pendapatan negara sebanyak 1.840,7 triliun rupiah. Dengan begitu, defisit anggaran 2022 diperkirakan sebesar 868 triliun rupiah atau 4,85 persen Produk Domestik Bruto (PDB).

Namun, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 di bawah target yang ditetapkan. Meski demikian, pertumbuhan ekonomi tahun depan terakselerasi dari periode sebelumnya.

"Untuk 2021, kami masih mengharapkan sekitar 3,6 persen. Tapi tahun depan, kami mengharapkan di sekitar 4,7 persen," kata Josua saat webinar prospek perekonomian yang dipantau di Jakarta, Rabu (17/11).

Dibayangi Risiko

Meski demikian, dia memperingatkan prospek perekonomian nasional masih dibayangi risiko tapering dan kemungkinan kenaikan suku bunga The Fed pada 2022 yang berpotensi memperkuat nilai dollar AS. Penguatan dollar AS tersebut dapat memicu efek domino terhadap perekonomian Indonesia mulai dari pelemahan rupiah hingga peningkatan biaya produksi industri.

Sementara itu, pemerintah memperkirakan pemulihan ekonomi pada kuartal IV-2021 meningkat cukup kuat, yang ditunjang oleh beberapa indikator. Beberapa indikator tersebut antara lain adanya peningkatan consumer confidence index, peningkatan retail sales index, serta purchasing managers index (PMI) manufaktur yang juga meningkat atau mengalami pemulihan sesudah mengalami penurunan akibat Covid-19 varian Delta.

"Ekspor-impor juga menunjukkan pertumbuhan sangat tinggi yaitu 50 persen," jelas Menteri Keuangan, Sri Mulyani, seusai mengikuti Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (17/11).

Baca Juga: