Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki peran strategis dalam mengawal pelaksanaan demokrasi. Sebagai pengawal demokrasi, MK mempunyai tantangan menghadapi tahun politik. Masalah perselisihan dan pengujian UUD 1945 terhadap perkara pemilihan kepala daerah (Pilkada) menjadi tantangan bagi MK.

Mengingat bertambahnya beban dalam pelaksanaan kewenangan, baik penyelesaian perselisihan pilkada maupun pengujian UU, ke depan, MK hendaknya segera membuat manajemen waktu penanganan pengujian UU terhadap UUD 1945. Ini diperlukan agar beban perkara yang diajukan ke MK cepat diselesaikan di tahun ini. Untuk mengetahui apa saja yang akan dilakukan jajaran MK menghadapi tahun politik dengan pilkada serentak ini, wartawan Koran Jakarta, Frans Ekodhanto, berkesempatan mewawancarai Ketua MK, Anwar Usman, di Jakarta, baru-baru ini. Berikut petikan selengkapnya.

Sebelum menjadi ketua MK, Anda pernah di MA. Apa perbedaan dari sistem kerja antara MA dan MK? Yang jelas MA dan MK samasama sebagai pelaku kekuasaan kehakiman. Sebagaimana diatur Pasal 24 Ayat 2 UUD 1945 yang bunyinya, "Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah MA dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, militer, peradilan tata usaha negara dan MK." Jadi, semuanya sama-sama pelaku kekuasaan kehakiman. Walaupun antara MK dan MA sama-sama pelaku kekuasaan kehakiman, tentu mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan kewajiban yang berbeda, misalkan terkait dengan judicial review.

Kalau di MK terkait dengan uji materi terhadap UUD, sedangkan MA menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU. Khusus untuk MK, kewenangan dan kewajibannya itu diatur dalam Pasal 24 C Ayat 1. MK adalah pengadilan pada tingkat pertama dan terakhir yang berwenang untuk menguji terhadap UUD. Kedua, memutus sengketa kewenangan antarlembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD. Ketiga, memutus pembubaran partai politik. Keempat, memutus sengketa hasil pemilihan umum, termasuk pilpres, pileg, dan pilkada. Kewajibannya, diatur dalam Pasal 24 C Ayat 2, yaitu MK wajib memutus mengenai pendapat DPR atau mengenai pelanggaran yang dilakukan presiden dan atau wakil presiden. Sedangkan MA memutus perkara tindak kasasi, kemudian termasuk peninjauan kembali. MA juga menerima permohonan kasasi dari empat lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, agama, militer, dan peradilan tata usaha negara termasuk memeriksa perkara peninjauan kembali.

Apa yang melatar belakangi keberadaan MK? Kalau melihat sejarahnya, pemikiran sudah ada sejak Indonesia merdeka. Sebelum Proklamasi 17 Agustus, para pendiri Republik ini sudah memikirkan tentang keharusan adanya sebuah lembaga yang menguji UU terhadap UUD. Akan tetapi, pada waktu itu usalan ini tidak bisa terlaksana karena ada beberapa pertimbangan. Pertama, sarjana hukum pada waktu itu masih kurang, kemudian keberadaan lembaga yang menguji UU terhadap UUD pada waktu itu ada usulan berada dalam satu "rumah MA" jadi tidak dalam lembaga sendiri seperti sekarang. Yang pasti, ide mengadakan sebuah lembaga untuk menguji UU terhadap UUD sudah dipertimbangkan, pikirkan, dan diusahakan sejak menjelang kemerdekaan. Berdasarkan amendemen UUD 1945, melalui UU No 24 Tahun 2003 baru ada.

Apa saja yang akan Anda lakukan ke depan? Program kerja dalam kaitan dalam tugas pokok dan fungsi MK adalah menerima, mengadili, dan memutus perkara. Jadi, setiap ada perkara yang masuk, mau tidak mau harus diterima, sidangkan dan diputuskan. Jadi, program kerjanya dikaitkan dengan hukum acara yang ada di MK. Kalau prediksi berdasarkan pengalaman bisa dilakukan, yang setiap tahun semakin meningkat. Faktanya memang, sejak MK berdiri perkara yang masuk di MK terutama terkait dengan pengujian UU terhadap UUD semakin meningkat. Jadi, program kerja seorang ketua MK itu menyelesaikan perkara.

Artinya, program kerja Anda by order, lantas untuk tahun ini berapa perkara yang masuk ke MK? Untuk tahun ini, perkara yang masuk sudah hampir 50 perkara. Rata-rata setiap tahunnya ada 110-120 perkara.

Nah, perkara setiap tahun itu apakah selesai semua? Jadi begini, tahun dimulai pada 1 Januari-31 Desember. Kalau perkara yang masuk November atau Desember, tidak mungkin selesai atau diputus pada bulan dan tahun itu. Artinya, mau tidak mau akan beralih ke tahun berikutnya. Misalkan, 2017 perkara yang masuk menjelang akhir tahun maka mau tidak mau harus diselesaikan pada tahun 2018, demikian seterusnya.

Soal kecepatan menyelesaikan atau memutuskan perkara, paling cepat berapa lama? Untuk perkara selain pengujian UU, terutama pileg, pilpres maupun pilkada sudah ada waktunya. Untuk pengujian UU tidak ada jangka waktunya, dan memang UU tidak mengatur berapa lama harus diselesaikan. Kalau dilihat dari faktanya, perkara pengujian UU itu ada yang memerlukan waktu cepat, sedang, atau bahkan lama. Itu tergantung dari para pihak yang terkait dalam sebuah perkara, termasuk pemohon. Pemerintah dalam hal ini presiden, DPR, juga dimintai keterangan, ada juga pihak terkait. Misalkan, satu perkara, pihak terkait bisa enam sampai tujuh pihak.

Contohnya, UU Ormas pihak terkaitnya, misalkan KUHP Pornografi, waktunya satu tahun dua bulan. Hal ini disebabkan banyak pihak terkait. Selain itu masing-masing mengajukan ahli, saksi. Kalau Majelis Hakim MK, semakin cepat makin baik. Dalam arti pihak terkaitnya tidak banyak, pemohon tidak banyak mengajukan ahli atau saksi, begitu juga dari kuasa presiden atau pemerintah tidak mengajukan ahli atau saksi yang banyak maka perkara cepat selesai. Yang jelas, MK atau Majelis Hakimnya mengurangi hak para pihak untuk mengajukan ahli atau saksi.

Kalau kendala di internalnya apa? Ada, akan tetapi tidak signifikan dalam memperlambat putusan sebuah perkara. Untuk mencari keadilan, masing-masing hakim yang sembilan orang ini berdebat dalam Rapat Permusyawaratan Hakim, yang mana setiap hakim mempunyai pendapat yang berbeda dengan tujuan mencari kebenaran dan keadilan. Nah, dalam menyatukan pendapat ini memerlukan waktu untuk bermusyawarah, tidak cukup hanya sekali bahkan bisa tiga kali.

Yang signifikannya apa? Signifikasi cepat atau lambatnya berada di pihak eksternal yang saya sebutkan tadi.

Kalau jumlah sumber daya manusia dari MK bagaimana? Alhamudlillah, sudah bertambah jumlahnya dan semua personelnya sangat profesional, pengabdiannya juga tinggi.

Terkait dengan kode etik yang sempat ramai kemarin, usaha yang Anda lakukan untuk memulihkan nama baik apa? Terkait kode etik, sudah diputuskan oleh Dewan Etik sehingga saya tidak perlu berkomentar. Mohon maaf, putusan Dewan Etik, saya tidak punya kompetensi untuk mengomentarinya.Yang pasti kebenaran itu tidak bisa dibungkam. Untuk informasi, MK Indonesia ini dipercaya untuk menjadi sekretariat tetap asosiasi MK Asia. Ada tiga negara yang dipercaya, yaitu Indonesia, Korea Selatan, dan Turki.

Menurut Anda, apa persoalan hukum kita kekinian? Untuk masalah hukum, terkait dengan struktur hukum, para pelaksana, bukan hanya hakim MK maupun MA, tetapi seluruh hakim, jaksa, pengacara, polisi. Kedua, subtansi hukum UU, peraturan, dan segala macam. Ketiga, budaya hukum dari seluruh masyarakat Indonesia. Tiga hal ini yang sangat menentukan. Namun, ada satu hal yang sangat mendasar, yaitu moral agama (agama mana pun, sebab semua agama mengajarkan yang baik) terutama para penegak hukum, lebih-lebih para hakim.

Sebaik apa pun subtansi hukum, akan tetapi kalau dipegang para penegak hukum yang moral agamanya kurang, hasilnya kurang bagus. Sebaliknya, peraturan, UU, dan sebagainya mungkin kurang bagus, tetapi kalau dipegang oleh para penegak hukum yang moral agamanya baik, Insya Allah akan menghasilkan hukum yang baik. Artinya sesuai dengan tujuan hukum itu yaitu keadilan. Sementara keadilan itu hanya bisa dirasakan oleh orang yang menimpa masalah hukum. Seorang penegak hukum, hati dan jiwanya harus bersih, moralnya didasari nilai-nilai agama.

Apa yang Anda lakukan untuk membentengi diri agar tidak korupsi? Kembali ke moral agama. Ketika moral agama itu kuat, kalau saya landasan dasarnya dalam surat Annisyah ayat 58, bagaimana Allah memerintahkan untuk memutus perkara dengan adil. Bukan hanya agama Islam saja, agama lain juga ada. Misalnya di Kriseten, dalam kitab Perjanjian Lama, yaitu Imamat 19 diterangkan bagaimana keharusan untuk menegakkan prinsip-prinsip kebenaran tanpa harus takut kepada pembesarpembesar. Agama Hindu pun ada, dan semua agama itu. Nah, ketika moral agama kita pegang teguh, intervensi macam apa pun termasuk masalah uang, tidak akan mempan. Masalah keadilan sangat fundamental bagi keberlangsungan sebuah negara, bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia. Fakta sudah membuktikan. Ketika hukum dicampakkan, ketika konstitusi diinjak-injak maka keberadaan sebuah negara, sebuah bangsa akan hancur.

Apa harapan Anda untuk MK? Saya lebih luas, bukan hanya di MK. Idul Fitri itu kembali pada yang suci, hari kemenangan. Seharusnya seluruh bangsa Indonesia, karena itu hari yang sangat baik, hari untuk berintropeksi diri, hari untuk berkontemplasi, merenung bagaimana perjalanan kita selama setahun. Waktu Idul Fitri tahun lalu sampai tahun sekarang. Apakah kita dalam setahun itu, keadaan kita lebih baik, atau tetap atau malah anjlok. Nah, yang tetap saja itu rugi sebenarnya, apalagi yang anjlok. Ya, maksud saya dalam segala hal, baik agama lebih-lebih dalam penegakan hukum. Harapannya, kita semua harus lebih baik, terutama kaitannya dengan hukum. Saya berharap budaya hukum kita semakin meningkat.

Waktu Lebaran yang paling ingin disantap apa? Pada tahun 1975 meninggalkan Bima menuju Jakarta. Masakan Bima sulit untuk tidak disantap. Maka hampir setiap hari, di rumah selalu ada, masakan ala kampung. Misalkan, sayur daun kelor, jarang orang makan. Kalau buahnya untuk sayur asem, kalau daunnya untuk sayur bening. Di Bima, sayur daun kelor ini sayur paling enak. Makanan lain, ikan pepes, ikan asin, itu saya suka. N-3

Baca Juga: