KARACHI - Anura Kumara Dissanayaka terpilih sebagai presiden ke-9 Sri Lanka, negara yang terjerat krisis keuangan, pada Minggu (22/9) dengan kemenangan cukup telak.
Dissanayaka, yang populer dengan panggilan AKD, menjadi presiden Sri Lanka pertama yang terpilih melalui putaran kedua penghitungan suara pemilihan presiden (pilpres), setelah gagal meraih 50 persen suara di putaran pertama.
Dia meraup lebih dari 5,74 juta suara atau 55,89 persen total suara sah, mengalahkan rival terdekatnya, pemimpin oposisi Sajith Premadasa, yang memperoleh sekitar 4,53 juta suara.
Lahir pada November 1968 dari keluarga buruh di Anuradhapura, sebuah distrik di Provinsi Utara Tengah, Dissanayaka menempuh pendidikan di Thambuthegama Gamini Maha Vidyalaya dan Thambuthegama Central College.
Sejak di sekolah, Dissanayaka sudah aktif dalam Janatha Vimukthi Peramuna (JVP) (Front Pembebasan Rakyat), sebuah partai komunis berhaluan Marxis-Leninis.
Dia juga terlibat dalam gerakan politik mahasiswa di Universitas Kelaniya, dekat ibu kota Kolombo, sebelum bergabung dengan politbiro JVP pada 1995.
Dissanayake, ayah satu anak, telah menjadi anggota parlemen sejak September 2000. Dia pernah menjabat Menteri Pertanian, Peternakan, Tanah, dan Irigasi pada 2004-2005 dan ketua oposisi pada 2015-2018.
Pada 2014, dia diangkat menjadi pemimpin JVP, yang sebelumnya merupakan gerakan revolusioner.
Dia pernah memimpin dua pemberontakan terhadap pemerintah untuk mendirikan negara sosialis. Kedua pemberontakan itu gagal meskimenyebabkan lebih dari 80.000 orang tewas.
JVP hanya meraih kurang dari 4 persen total suara dalam pemilihan parlemen pada Agustus 2020.
Dissanayake lulus dalam bidang ilmu fisika pada 1995. Pada tahun yang sama, dia menjadi organisator nasional Asosiasi Mahasiswa Sosialis dan dipromosikan ke komite kerja pusat JVP.
Dia mencalonkan diri dalam pemilihan presiden 2019 sebagai kandidat National People's Power (NPP), sebuah organisasi politik yang dipimpin oleh JVP, dan menempati urutan ketiga dengan raihan 3 persen.
NPP mempertahankannya sebagai calon presiden pada pemilihan 2024.
Meski prestasinya di bawah rata-rata pada pilpres 2019, krisis ekonomi 2022 yang menjatuhkan pemerintah, termasuk presiden yang berkuasa, menjadi peluang emas baginya.
Didukung kalangan muda yang muak dengan politikus lama, Dissanayaka dalam kampanyenya berjanji untuk mengubah budaya politik "korup" di negara tersebut.
Selain menghadapi korupsi yang meraja lela, dia juga harus memperbaiki ekonomi Sri Lanka yang terpuruk dan menjaga stabilitasnya, yang menurut para analis akan menjadi tantangan besar bagi dirinya.
Tingkat kemiskinan di negara pulau di Asia Selatan itu berlipat dua menjadi 25 persen pada 2021-2022, ketika lebih dari 2,5 juta orang berpenghasilan kurang dari3,65 dolar AS (sekitar Rp55 ribu)per hari.
Para ahli memperingatkan bahwa ekonomi Sri Lanka belum bisa keluar dari krisis, karena negara itu harus membayar utang luar negerinya sebesar 46 miliar dolar AS (sekitar Rp706 triliun). Sejak gagal bayar pada 2022, negara itu belum melanjutkan pembayaran utangnya.
Para analis meyakini, bukan hal yang mudah bagi presiden baru itu melanjutkanprogram-program yang disyaratkan Dana Moneter Internasional (IMF), apalagi membuat perubahan yang meringankan beban masyarakat miskin.