Resistensi antimikroba merupakan masalah global yang mem­penga­ruhi semua lapisan masyarakat yang disebut sebagai pandemi yang terabaikan. Sebuah penelitian terkini berhasil mengembangkan se­nyawa yang disebut COE untuk melawan mikroba yang sangat sulit diobati yaitu "Mycobacterium abscessus".

Resistensi antimikroba merupakan masalah global yang mempengaruhi semua lapisan masyarakat yang disebut sebagai pandemi yang terabaikan. Sebuah penelitian terkini berhasil mengembangkan senyawa yang disebut COE untuk melawan mikroba yang sangat sulit diobati yaitu "Mycobacterium abscessus".

Sekitar satu dekade yang lalu, para peneliti di University of California - Santa Barbara (UCSB) mulai mengamati tantangan yang berulang dalam penelitian mereka. Beberapa senyawa yang dikembangkan mereka untuk memanfaatkan energi dari bakteri, malah membunuh mikroba.

Bagi mereka, akan sia-sia jika tujuan proyek ini adalah memanfaatkan metabolisme bakteri hidup untuk menghasilkan listrik.

"Kami membutuhkan bakteri untuk hidup," kata Alex Moreland, seorang Postdoctoral Fellow Cystic Fibrosis Foundation yang bergabung dengan kelompok penelitian Bazan sebagai mahasiswa pascasarjana pada 2014 dikutip dari Science Daily. "Saat kami mengembangkan molekul baru untuk aplikasi tersebut, kami menemukan bahwa beberapa di antaranya tidak berfungsi karena membunuh bakteri," imbuh Moreland yang saat ini bekerja di Pusat Polimer dan Padatan Organik UCSB

Namun, alih-alih menganggapnya sebagai keingintahuan laboratorium yang mengusik, dalam penelitian selanjutnya tim tersebut bersandar pada sifat antimikroba dari senyawa ini yang disebut oligo elektrolit terkonjugasi (conjugated oligo electrolytes/COE).

Kini, mereka kini memiliki dasar untuk kelas antibiotik baru, yang tidak hanya menjanjikan dalam melawan beragam infeksi bakteri. Selain itu juga dapat menghindari resistensi yang menakutkan yang telah menjadikan generasi antibiotik lini pertama kita saat ini menjadi antibiotik tidak efektif.

"Kami menyadari bahwa kerangka molekuler yang telah kami kerjakan selama beberapa waktu, jika dirancang dengan tepat dapat menghasilkan antibiotik kelas baru, sesuatu yang jarang ditemukan dan memiliki implikasi besar bagi pengobatan modern," kata kelompok peneliti Bazan Group.

Saat ini resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) merupakan masalah global dan disebut sebagai pandemi yang terabaikan. Masalah global ini mempengaruhi semua lapisan masyarakat dengan 1,3 juta kematian di seluruh dunia pada 2019.

"Angka ini mengasumsikan bahwa jika bakteri resisten diganti dengan bakteri non-resisten dari jenis yang sama, maka pasien akan selamat," tutur Moreland. "Ini adalah kematian berlebih yang khususnya terkait dengan resistensi terhadap antibiotik yang efektif dalam beberapa tahun terakhir," imbuh dia.

Dalam banyak kasus, tambah dia, angka kematian akibat infeksi bakteri resisten tertentu tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan jenis bakteri yang tidak resisten. Bakteri yang resistensi antibiotik berkembang ketika terpapar antibiotik dan mengembangkan cara untuk mengalahkan atau melewati antibiotik tersebut.

Strateginya termasuk menggunakan membran sel sebagai penghalang, menghancurkan molekul yang mengganggu atau menghilangkannya dari sel, atau mengubah target obat sehingga membuat antibiotik tidak efektif. Mekanisme resistensi ini dapat diturunkan kepada keturunan bakteri atau dibagikan kepada bakteri lain di lingkungan.

COE yang sangat efektif namun sangat selektif, tampaknya mencapai banyak target dengan "merombak" membran bakteri, demikian yang ditunjukkan oleh tim peneliti internasional yang dipimpin oleh Kaixi Zhang, yang saat itu merupakan peneliti pascadoktoral National University of Singapore (NUS) di Bazan Lab dalam makalah di Science Translational Medicine.

Mekanisme Unik

Tim tersebut menggunakan senyawa mereka untuk melawan mikroba yang sangat sulit diobati, Mycobacterium abscessus (Mab). Infeksi ini banyak terjadi di pasien dengan penyakit paru-paru yang mendasarinya, seperti fibrosis kistik.

Mab sendiri tidak hanya memiliki selubung sel yang luar biasa tebal dan kedap air yang dapat menolak antibiotik. Ia juga memiliki kemampuan untuk bersembunyi di dalam fagosit, sel kekebalan yang tugasnya menelan dan membunuh mikroorganisme.

Dalam kasus Mab, sel-sel kekebalan ini tidak membunuh bakteri secara efisien dan mungkin secara tidak sengaja melindungi bakteri tersebut dari antibiotik. Pengobatan yang ada saat ini sering kali gagal meskipun sudah lama menggunakan tiga hingga empat kombinasi antibiotik selama 12 hingga 18 bulan dengan lebih dari separuh pasien tidak sembuh.

Di antara yang tidak sembuh lebih dari 70 persen pasien menderita efek samping yang sangat merugikan. COE dalam penelitian ini terbukti lebih efektif dibandingkan antibiotik pengontrol amikasin dan imipenem dalam memberantas Mab baik dalam percobaan in-vitro maupun in-vivo.

Para peneliti lalu menghubungkan keefektifan ini dengan penargetan senyawa tersebut terhadap integritas fisik dan fungsional dinding sel bakteri. "Jika Anda menghancurkan membran, sel akan pecah dan tentu saja hal itu akan membunuh bakteri, namun hal itu cenderung bukan merupakan mekanisme selektif," kata Zhang.

"Namun, ada banyak fungsi penting yang terjadi pada membran yang dapat terganggu oleh penargetan membran yang lebih halus. Hipotesis kami adalah bahwa senyawa kami, dengan menginduksi remodeling membran, menghambat beberapa fungsi penting secara bersamaan," imbuh dia seraya menambahkan bahwa serangan gangguan ini mempunyai efek multiplikatif pada bakteri, membuatnya 10 hingga 1000 kali lebih sulit mengembangkan resistensi dibandingkan dengan antibiotik konvensional.

Mekanisme unik COE juga berperan besar dalam aspek lain dari resistensi atau toleransi antibiotik dimana produksi biofilm, suatu keadaan dimana komunitas mikroba bersatu dan menghasilkan zat polimer, sehingga menciptakan semacam perisai.hay/I-1

Baca Juga: