JAKARTA - Dalam rapat pengambilan keputusan asumsi dasar dalam Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEMPPKF) 2022, pemerintah dan DPR selain menyepakati asumsi makro, juga menetapkan target pembangunan lainnya.

Pengangguran terbuka ditargetkan berkisar 5,5 persen hingga 6,3 persen, sedangkan angka kemiskinan diperkirakan 8,5 persen-9 persen. Sementara gini rasio yang mengukur ketimpangan pendapatan di level 0,376-0,378 serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di kisaran 73,41-73,46.

Begitu juga dengan indikator Nilai Tukar Petani (NTP) berkisar 102-104 dan nilai tukar nelayan antara 102-105.

Menanggapi indikator pembangunan tersebut, Pakar Ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Esther Sri Astuti menegaskan untuk menurunkan tingkat kemiskinan bukan dengan target-target angka yang tidak realistis.

"Kalau hanya sekedar asumsi begini tanpa diikuti dengan langkah konkret kemiskinan tidak akan turun. Artinya target tanpa upaya konkret itu tak masuk akal,"tegas Esther.

Menurut dia, untuk menurunkan tingkat kemiskinan, bukan dengan target asumsi makro di APBN, tetapi dengan penciptaan lapangan pekerjaan, pembangunan yang merata dan sebagainya.

Seringkali asumsi makro APBN direvisi. Sebab, perlu alokasi anggaran APBN yang pas sesuai target sasaran misalnya untuk meningkatkan IPM maka anggaran untuk pendidikan harus ditingkatkan.

Begitu juga untuk mengatasi pengangguran, maka harus ada anggaran untuk mendukung peningkatan penciptaan lapangan pekerjaan yang lebih luas.

"Alokasi anggaran harus disesuaikan dengan target yang akan dicapai,"tandas Esther.

Apalagi, jumlah penduduk yang kembali jatuh ke kelompok miskin meningkat signifikan selama pandemi. Pandemi pun belum menunjukkan kapan akan berakhir, sehingga sulit menurunkan jika pemulihan ekonomi berjalan lamban. n ers/E-9

Baca Juga: