» Jumlah penduduk miskin di perkotaan meningkat 138 ribu orang dari 12,04 juta menjadi 12,18 juta orang.

» Besaran bansos yang diberikan relatif kecil dan banyak yang tidak tepat sasaran.

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 sebanyak 27,54 juta jiwa atau naik 1,12 juta orang dibanding Maret 2020 yang tercatat sebanyak 26,42 jiwa. Sedangkan dibanding posisi September 2020 yang tercatat sebanyak 27,55 juta jiwa atau hanya turun 10 ribu orang.

Kepala BPS, Margo Yuwono, dalam keterangan secara daring di Jakarta, Kamis (15/7), mengatakan penurunan angka kemiskinan sebanyak 10 ribu jiwa karena mulai terjadinya pemulihan ekonomi.

Dengan jumlah tersebut maka persentase penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2021 sebesar 10,14 persen atau turun dibandingkan September 2020 sebesar 10,19 persen dari total penduduk.

Margo menjelaskan dampak dari pandemi Covid-19 telah mendorong jumlah penduduk miskin di perkotaan meningkat sebanyak 138,1 ribu orang, dari sebelumnya 12,04 juta orang pada September 2020 menjadi 12,18 juta orang pada Maret 2021. "Secara persentase, kenaikan penduduk miskin di perkotaan hanya 0,01 persen poin, dari sebelumnya 7,88 persen menjadi 7,89 persen," kata Margo.

Sedangkan jumlah penduduk miskin di perdesaan justru turun 145 ribu orang, dari sebelumnya 15,51 juta orang menjadi 15,37 juta orang. Secara persentase, penurunan penduduk miskin di perdesaan sebesar 0,10 persen, dari sebelumnya 13,2 persen pada September 2020 menjadi 13,10 persen pada Maret 2021.

"Penurunan jumlah penduduk miskin di desa karena keberhasilan berbagai program pembangunan di desa, termasuk adanya penyaluran dana desa," kata Margo.

Untuk menekan angka kemiskinan, pemerintah, jelasnya, harus mengendalikan harga barang yang paling banyak dikonsumsi penduduk miskin, seperti beras yang berkontribusi paling besar terhadap garis kemiskinan dengan sumbangan 20,03 persen di perkotaan dan 24,06 persen di perdesaan.

BPS juga mencatat garis kemiskinan pada Maret 2021 sebesar 472.525 rupiah per kapita per bulan atau naik 2,96 persen dibandingkan September 2020 dan 3,93 persen dibandingkan Maret 2020. Penduduk yang pengeluarannya di bawah garis kemiskinan tergolong sebagai miskin.

"Penyumbang terbesar garis kemiskinan adalah kelompok makanan dengan share 73,96 persen," katanya.

Dari berbagai komoditas yang berpengaruh besar terhadap kemiskinan yang paling besar untuk makanan adalah pembelian beras, kemudian di posisi kedua adalah pengeluaran untuk membeli rokok kretek filter dengan kontribusi 11,90 persen di perkotaan dan 11,24 persen di perdesaan. Dengan asumsi rata-rata rumah tangga miskin memiliki 4,83 anggota rumah tangga, maka garis kemiskinan per rumah tangga nasional pun tercatat sebesar 2.121.637 rupiah.

Sektor Pertanian

Guru Besar Sosiologi Ekonomi dari Universitas Airlangga (Unair), Bagong Suyanto, mengatakan dari data BPS menunjukkan meningkatnya angka kemiskinan di perkotaan dibanding di perdesaan yang justru turun karena sektor pertanian atau perikanan dapat membawa manfaat yang positif bagi perekonomian.

"Itu terjadi karena kehidupan di perkotaan jauh dari subsistence atau pendukung kehidupan, semuanya harus dibeli. Sedangkan di desa, warga bisa mengupayakan kebutuhan dasarnya sendiri dari lahan pertanian atau mencari ikan," kata Bagong.

Selain itu, kehidupan masyarakat desa juga didukung ikatan sosial yang kuat, sehingga saling bisa membantu. "Ini menunjukkan gerakan back to village sudah benar, tinggal dipertajam. Untuk mendukung perdesaan harus hati-hati, jangan sampai kelak semua berubah komersial seperti di kota," kata Bagong.

Secara terpisah, Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip), Esther Sri Astuti, mengatakan tingkat kemiskinan ini naik karena selama pandemi pendapatan masyarakat turun akibat mobilitas masyarakat yang terbatas karena takut terinfeksi Covid-19.

Untuk menekan angka kemiskinan, bantuan sosial (bansos) harus dioptimalkan dengan membantu masyarakat yang sebelumnya di atas garis kemiskinan menjadi miskin karena kehilangan pendapatan. Bantuan yang diberikan pun seharusnya sebesar pendapatan mereka sebelumnya yang hilang. "Sayangnya, jumlah bansos yang diberikan relatif kecil dan banyak yang tidak tepat sasaran," kata Esther.

n SB/ers/E-9

Baca Juga: