ROMA - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin (15/7) melaporkan bahwa sepanjang tahun lalu ada lebih dari 821 juta orang di seluruh dunia mengalami kelaparan. Dalam laporannya, PBB menyatakan angka kelaparan itu telah meningkat dalam 3 tahun berturut-turut.
"Setelah beberapa dekade mengalami penurunan, angka malnutrisi mulai meningkat pada 2015, terutama karena perubahan iklim dan perang. Fakta ini membalikkan tren dari salah satu dari target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB pada 2030 yang bertujuan untuk memperbaiki planet ini dan populasi manusianya," demikian laporan PBB.
Sebelumnya pada 2017, PBB mencatat jumlah orang yang tidak cukup makan mencapai 811 juta orang. "Menciptakan dunia dimana tidak ada yang menderita kelaparan pada saat itu tetap menjadi tantangan besar," imbuh laporan itu.
Menanggapi laporan PBB itu, ketua Program Pangan Dunia (WFP), David Beasley, menyatakan akan sulit bagi PBB untuk mencapai angka kelaparan nol pada 2030. "Itu merupakan tren yang amat buruk. Tanpa keamanan pangan, kita tak akan pernah mencapai perdamaian dan stabilitas," kata Beasley, sembari mencerca media yang lebih suka meliput soal Brexit dan Donald Trump ketimbang anak-anak yang mati akibat kelaparan.
Dalam penjelasannya, Beasley mewanti-wanti potensi kelompok ekstremis akan menggunakan isu kelaparan dan pengendalian pasokan pangan sebagai senjata untuk memecah belah atau merekrut anggota baru.
Laporan mengenai angka kelaparan dunia berjudul "The State of Food Security and Nutrition in the World" ini disusun oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (Food and Agriculture Organization/FAO) dengan lembaga-lembaga PBB lainnya seperti Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).
"Untuk menjaga keamanan pangan dan gizi, sangat penting untuk memiliki kebijakan ekonomi dan sosial yang sudah ada untuk menangkal dampak dari siklus ekonomi yang merugikan saat petaka itu terjadi, sambil menghindari pemangkasan layanan penting, seperti perawatan kesehatan dan pendidikan, dengan segala cara," demikian isi dari laporan itu.
"Transformasi struktural dibutuhkan dengan memasukkan orang-orang termiskin di dunia," sambung penyusun laporan itu. "Langkah tersebut membutuhkan integrasi keamanan pangan dan masalah gizi ke dalam upaya pengurangan kemiskinan, sambil mengatasi ketidaksetaraan jender dan pengucilan kelompok sosial tertentu," imbuh mereka.
Meluasnya Malnutrisi
Dalam laporan juga diungkapkan bahwa masalah malnutrisi masih tersebar luas di Afrika, di mana sekitar 20 persen dari populasi terpengaruh. Selain di Afrika, malnutrisi juga terjadi di Asia di mana lebih dari 12 persen orang mengalaminya. Sementara di Amerika Latin dan Karibia, kurang dari tujuh persen orang terkena dampaknya.
Dalam tanggapannya, FAO mengatakan upaya saat ini tak cukup untuk memenuhi tujuan mengurangi separuh jumlah anak yang pertumbuhannya terhambat karena gizi buruk pada 2030.
Menurut Robin Willoughby, kepala kebijakan pangan dan iklim di Oxfam GB, mengatakan kaum perempuan merupakan pihak yang paling terpukul oleh meningkatnya kelaparan. "Memburuknya iklim, ketidaksetaraan, dan konflik, selama bertahun-tahun mengalami peningkatan," kata Willoughby.
"Jika kita ingin memenuhi target untuk mengakhiri kelaparan pada 2030, pemerintah harus segera mengurangi emisi rumah kaca, memberikan lebih banyak dukungan untuk pertanian skala kecil, serta meningkatkan upaya untuk mengakhiri konflik kekerasan," pungkas dia. AFP/I-1