SEMARANG - Seleksi bakal calon anggota KPU dan Bawaslu harus mampu menghasilkan penyelenggara pemilu yang kuat, otonom, kompeten, inovatif, inklusif, dan berwawasan global. Harapan ini disampaikan anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, di Semarang, Rabu (1/12).

"Mereka harus kuat dalam penguasaan substansi kepemiluan. Juga kuat secara fisik dan psikologis," kata Titi. Hal itu, menyangkut kemampuan, keteguhan menjaga martabat KPU/Bawaslu yang profesional, imparsial, serta modern.

Pegiat pemilu ini mengatakannya terkait seleksi bakal calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Mereka akan melaksanakan tugas pada pemilu dan Pilkada Serentak tahun 2024.

Sejauh ini, Pemilu dan Pilkada 2024 akan dilaksanakan tanpa perubahan UU Pemilu. Pemilu lima kotak akan terselenggara kembali seperti tahun 2019. Selain itu, juga pilkada akan berjalan tanpa perubahan UU Pilkada.

Di lain pihak, kata Titi, kompleksitas teknis Pemilu 2019 dan problematikanya, potensial terulang pada Pemilu 2024. Bahkan, tumpukan beban kerja penyelenggaraan pemilu dan pemilihan bisa memengaruhi profesionalitas serta integritas penyelenggara pemilu. Artinya, bisa berdampak pada kinerja dan kondisi kesehatan demokrasi Indonesia.

Terobosan dan inovasi kepemiluan sepenuhnya mengandalkan inovasi KPU. Juga pengaturan KPU/Bawaslu untuk penguatan kapasitas personel, penggunaan teknologi, dan penyesuaian teknis. Padahal, peraturan KPU/Bawaslu banyak keterbatasan daya jangkaunya.

Oleh karena itu, Titi berharap, mereka bisa otonom dalam mengambil keputusan sebagai penyelenggara tanpa meninggalkan konsultasi dan pelibatan partisipasi para pemangku kepentingan pemilu. "Penyelenggara pemilu harus punya kompetensi memadai untuk menyusun kebijakan dan melakukan berbagai fungsi," katanya.

Mereka mesti bisa berinovasi melahirkan terobosan guna merespons kompleksitas, kerumitan, dan dinamika penyelenggaraan pemilu- pilkada serentak 2024. Ini terutama di tengah masifnya penggunaan teknologi dan tantangan penyebaran hoaks politik.

Penting Inklusif

Bangsa ini penting memiliki penyelenggara pemilu dengan paradigma inklusif di tengah situasi post truth era dan polarisasi politik yang membelah. Hal ini agar orientasi pelayanan penyelenggara pemilu adil bagi semua.

Harapan lain, penyelenggara pemilu mampu membangun jejaring global untuk melaksanakan praktik terbaik penyelenggaraan pemilu. Kemudian berdasarkan keluasan pengetahuan kepemiluan, mereka mampumemerankan diplomasi demokrasi internasional.

"Saya juga berharap mereka mampu membangun relasi sinergis antara KPU, Bawaslu, dan DKPP, tanpa menggadaikan kemandirian lembaga. Fungsionalisasi forum tripartit dan komunikasi kelembagaan yang sehat dan dialektik, bukan dengan perantara media," katanya.

Yang juga tidak kalah penting, menurut Titi, mereka mampu mengerjakan aspek teknis secara cermat, teliti, serta detail. Namun, tetap dalam kerangka berpikir atau paradigma yang menyeluruh. "Dengan demikian, tidak terjebak pada egosektoral divisi atau pembagian kerja secara parsial," tandas Titi.

Baca Juga: