» Tambahan anggaran menjadi 185,98 triliun rupiah adalah bentuk dukungan APBN terhadap PPKM Darurat.

» Sayang pendanaan di bidang tracing dan testing yang paling sedikit padahal itu kunci atasi pandemi.

JAKARTA - Tambahan anggaran untuk penanganan kesehatan dalam rangka Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dinilai sudah tepat, namun harus tetap diikuti dengan pengawasan yang baik. Jangan sampai tidak tepat sasaran dan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang mau mencari keuntungan pribadi.

"Penambahan anggaran kesehatan dalam rangka PPKM harus kita dukung dengan catatan harus teralokasikan secara maksimal, tepat sasaran, dan kita kawal bersama penggunaannya," kata Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia, Rizal Eddy Halim, Jumat (2/7).

Ia berharap dengan tambahan anggara ini, pemerintah bisa mengatasi pandemi dan memitigasi risiko lebih dalam.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers secara daring, Jumat (2/7), mengatakan bahwa tambahan anggaran dari pemerintah untuk penanganan kesehatan menjadi 185,98 triliun rupiah merupakan bentuk dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terhadap PPKM Darurat.

"Penanganan kesehatan adalah prioritas tertinggi di dalam PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional), sebesar 172,84 triliun rupiah. Sekarang dengan perkembangan yang terjadi baik di bidang vaksinasi therapeutic maupun diagnostik, kebutuhan penanganan kesehatan naik lagi menjadi 185,98 triliun rupiah," katanya.

Rinciannya, alokasi untuk vaksinasi sebesar 58 triliun rupiah, kemudian pengobatan atau therapeutic 59,1 triliun rupiah yang terdiri dari klaim pasien 40 triliun rupiah, insentif tenaga ksehatan pusat 7,3 triliun rupiah, dan melalui tunjangan kinerja daerah (TKD) delapan triliun rupiah, lalu insentif perpajakan kesehatan 20,85 triliun rupiah.

Kemudian, diagnostik untuk testing dan tracing 4,08 triliun rupiah, penanganan kesehatan lainnya di daerah sebanyak 35,4 triliun rupiah, dan anggaran untuk lainnya, seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), komunikasi, hingga iuran jaminan kesehatan nasional (JKN) sebanyak 8,49 triliun rupiah.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menyampaikan bahwa pemerintah telah membayarkan 99 persen dari pagu atau 14,53 triliun rupiah untuk klaim pasien Covid-19 pada tahun 2020 yang digunakan untuk membayar tagihan 200.545 pasien pada 1.575 rumah sakit rujukan.

"Kalau Anda termasuk ke 200.545 pasien yang terkena Covid-19 tahun lalu dan dirawat di rumah sakit dan keluar tanpa membayar satu rupiah pun, itu karena APBN yang membayar," tutur Sri Mulyani.

Kemudian, realisasi pembayaran per 24 Juni 2021 adalah 10,5 triliun rupiah dari pagu tahap sebanyak 10,6 triliun rupiah. Sedangkan untuk tahap II tahun 2021 dibutuhkan anggaran sebesar 11,97 triliun rupiah.

Selain itu, pemerintah juga telah membayar insentif dan santunan kematian tenaga kesehatan pada tahun 2020 dengan realisasi 4,6 triliun rupiah. Sedangkan pada 2021, pemerintah telah membayar tunggakan insentif nakes 2020 sebanyak 1, 34 triliun rupiah.

Begitu juga dengan pembayaran insentif nakes 2021 sebanyak 2,6 triliun rupiah dan pembayaran santunan kematian 49,8 miliar rupiah sehingga total realisasi untuk nakes sudah 75,3 persen atau empat triliun rupiah.

"On The Right Track"

Peneliti Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Fajar B Hirawan, berpandangan, langkah tersebut sudah on the right track karena memang bidang yang paling urgent mendapat perhatian khusus adalah sektor kesehatan.

Namun, dia juga mengingatkan agar penyerapannya harus benar-benar menjadi perhatian, khususnya insentif untuk tenaga kesehatan (nakes) yang sering kali menjadi sorotan di tahun sebelumnya. "Garda terdepan untuk menangani virus ini adalah tenaga kesehatan, dan menurut saya, tidak elok dan sungguh menyedihkan jika mereka tidak menjadi prioritas," tegas Fajar.

Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Satria, mengatakan penambahan alokasi APBN untuk penanganan Covid-19 terutama untuk terapi, pengobatan, dan infrastruktur penting untuk membantu fasilitas kesehatan (faskes) melewati fase peningkatan kasus tertinggi pada hari-hari ini. Sebab, faskes saat ini sudah sangat kewalahan, kurang tenaga dan kurang fasilitas.

"Tapi yang utama, alokasi dana tambahan bisa untuk segera membayar tunggakan RS dan gaji dan insentif nakes," kata Bayu.

Pendanaan baru, menurut Bayu, juga mesti bisa digunakan untuk membenahi masalah pendataan di rumah sakit, seperti jumlah kamar, kebutuhan oksigen, obat-obatan, sampai memetakan kondisi masing-masing faskes sehingga bisa cepat menangani pasien yang membutuhkan.

Namun, Bayu menyayangkan bahwa pendanaan di bidang tracing dan testing yang paling sedikit dibanding yang lain atau hanya empar triliun rupiah. Angka itu sebenarnya masih jauh dari cukup. Untuk kasus Indonesia belakangan ini, kunci keberhasilan pandemi salah satunya pada kemampuan tracing dan testing yang kuat.

"Indonesia beda dengan Singapura yang tracing dan testing-nya sudah tinggi. Indonesia masih jauh dari cukup, butuh usaha dan dana lebih untuk meningkatkan kemampuan tracing dan testing," tambah Bayu. n ers/YK

Baca Juga: