Alokasi total insentif perpajakan untuk dunia usaha meningkat sebesar 6,59 triliun rupiah dari sebelumnya menjadi 53,86 triliun rupiah.

JAKARTA - Rencana pemberian diskon pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil dapat menggerus penerimaan negara yang saat ini seret akibat terdampak krisis kesehatan dan ekonomi. Di sisi lain, belanja anggaran tetap besar demi memacu pemulihan ekonomi nasional. Penyempitan ruang fiskal tersebut dikhawatirkan dapat memicu peningkatan utang.

Pemerintah berencana memberikan keringanan PPnBM mobil mulai 1 Maret-1 Desember 2021. Insentif fiskal ini dibukukan dalam pagu anggaran stimulus perpajakan dunia usaha program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2021.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan total insentif perpajakan untuk dunia usaha sebesar 53,86 triliun rupiah. Jumlah tersebut naik 6,59 triliun rupiah dari pagu sebelumnya sebesar 47,27 triliun rupiah.

Anggaran insentif perpajakan itu naik setelah pemerintah memutuskan untuk memberikan potongan PPnBM mobil selama sembilan bulan di tahun ini. Dalam hal ini, Kementerian Keuangan menggunakan mekanisme pajak ditanggung pemerintah (DTP). Insentif pajak mobil tersebut membuat anggaran insentif perpajakan PEN 2021 nyaris setara dengan realisasi stimulus fiskal tersebut dalam PEN 2020 sebesar 56,12 triliun rupiah.

Menkeu berharap besaran bantalan fiskal itu bisa menolong dunia usaha menghadapi dampak pandemi virus korona yang masih berlanjut pada tahun ini. "Insentif fiskal guna membantu dunia usaha," kata Sri Mulyani, awal pekan ini.

Seperti diketahui, pemerintah memangkas PPnBM secara bertahap selama sembilan bulan. Masing-masing tahapan akan berlangsung selama tiga bulan. Insentif PPnBM sebesar 100 persen dari tarif akan diberikan pada tahap pertama, lalu diikuti insentif PPnBM sebesar 50 persen dari tarif yang akan diberikan pada tahap kedua, dan insentif PPnBM 25 persen dari tarif akan diberikan pada tahap ketiga.

Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengatakan kebijakan relaksasi PPnBM untuk kendaraan bermotor merupakan upaya pemerintah untuk mengejar pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2021.

"Kita targetkan berlaku per 1 Maret karena kita mengejar pertumbuhan triwulan I dan mengejar momentum Ramadan dan Lebaran," katanya dalam Dialog Produktif bertajuk Daya Ungkit untuk Ekonomi Bangkit yang diselenggarakan KPC-PEN di Jakarta, Selasa (16/2).

Susi menyatakan hal itu terjadi karena relaksasi PPnBM kendaraan bermotor merupakan kebijakan awal untuk mendorong perekonomian dari sisi demand karena fokus pemerintah saat ini adalah menaikkan konsumsi rumah tangga.

Akselerasi Otomotif

Sementara itu, ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menilai kebijakan relaksasi PPnBM untuk kendaraan bermotor dapat meningkatkan kembali penjualan mobil yang turun hingga 48 persen pada 2020.

"Penerapan PPnBM akan berlaku pada kendaraan di bawah 1.500 cc, yang porsinya sekitar 60-65 persen market share dari otomotif nasional, sehingga kebijakan ini akan mendongkrak penjualan mobil tahun ini," kata Josua.

Dia menambahkan kebijakan itu dalam jangka panjang bertujuan juga untuk meningkatkan gairah industri otomotif nasional yang terdampak oleh pandemi Covid-19.

Meski demikian, menurut dia, kebijakan ini dapat lebih efektif jika diiringi dengan kebijakan relaksasi di sisi makroprudensial yaitu penurunan uang muka hingga nol persen, karena sebagian besar konsumen kelas menengah masih mengandalkan pembelian mobil dengan skema pembiayaan kredit.

Baca Juga: