Tradisi mengonsumsi mayat orang Mesir Kuno atau mumi sebagai penyembuh telah berlangsung sejak abad pertengahan hingga abad ke-18.

Perilaku kanibalisme ini dimulai pada abad ke-12. Seorang apoteker di Eropa menggunakan mumi yang digiling untuk khasiat obat dari segala penyakit.

Mumi adalah obat yang diresepkan secara turun temurun untuk 500 tahun ke depan. Produk obat ini disebut dengan Mumia. Obat tersebut terbuat dari sisa-sisa mumi yang dibawa dari makam Mesir ke Eropa.

Penggunaan mumi sebagai obat berawal dari sebuah keyakinan bahwa sisa-sisa manusia dapat menyembuhkan apa saja. Keyakinan ini mendorong orang-orang sakit di masa tersebut untuk menelan sesuatu yang mengerikan demi kesembuhan.

Dilansir dari IFL Science, dokter di masa tersebut meresepkan tengkorak, tulang dan daging yang digiling untuk mengobati sakit kepala hingga menyembuhkan wabah.

Perburuan mumi asli Mesir Kuno ini tentunya pada akhirnya akan mengakibatkan kelangkaan. Persediaan mumi Mesir asli tidak dapat memenuhi permintaan akan kebutuhan tersebut untuk dijadikan obat. Alhasil, banyak mumi palsu yang mulai beredar.

Meski begitu, tak semua dokter percaya mentah-mentah dengan obat mumi ini. Parahnya, mereka menganggap daging dan darah segar lebih ampuh untuk mengobati penyakit dibanding mayat yang sudah lama meninggal.

Klaim ini bahkan membuat Raja Inggris Charles II mengonsumsi obat yang dibuat dari tengkorak manusia setelah menderita kejang. Pengobatan ini terus dilakukan hingga 1909 untuk mengatasi pasien dengan gangguan neurologis.

Setelah dijadikan sebagai obat, penggunaan mumi bergeser menjadi ajang hiburan di acara perayaan. Orang-orang Eropa mengadakan acara dengan tema 'membuka mumi' sebagai bentuk hiburan di pesta pribadi.

Mereka yang berada di golongan konglomerat, membuat pesta pribadi untuk memamerkan koleksi mumi yang mereka punya. Sensasi melihat daging dan tulang kering yang muncul saat perban dilepaskan, membuat banyak orang senang dan terhibur.

Pesta mumi ini tidak berlangsung lama. Pada awal abad ke-20, orang-orang mulai takut untuk menggelar pesta mumi karena adanya mitos tentang 'kutukan mumi'.

Ketakutan semakin menjadi-jadi ketika Lord Carnarvon, seseorang yang mensponsori ekspedisi Tutankhamen, meninggal dunia secara tiba-tiba. Tutankhamen sendiri adalah mumi Firaun dari Dinasti Ke-18 Mesir yang makamnya digali pada 1923.

Akibatnya, banyak orang yang mulai takut dengan mumi, ditambah dengan acara TV dan film yang mulai mengangkat kisah mumi sebagai hantu yang menyeramkan.

Padahal kalau dikilas balik, kakek-nenek moyang mereka mampu bertahan hidup dengan keyakinan akan khasiat obat mumi.

Baca Juga: