Jabatan Panglima TNI Hak Prerogatif Presiden. Siapapun Panglima TNI-nya, TNI harus satu komando.

Teka-teki siapa calon Panglima TNI pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto yang akan memasuki masa pensiun terjawab sudah. Presiden Joko Widodo akhirnya menunjuk Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa sebagai calon Panglima TNI. Andika secara resmi diajukan ke DPR pada Rabu (3/11) guna menjalani uji kelayakan dan kepatutan.

Sebenarnya, tanda-tanda pilihan jatuh kepada Andika Perkasa sudah tampak saat Andika hadir di Bandar Udara Halim Perdanakusuma melepas keberangkatan Presiden Joko Widodo yang akan mengadakan kunjungan kerja ke tiga negara, Italia, Inggris, dan Uni Emirat Arab.

Andika Perkasa bersama Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit menemani Wakil Presiden Ma'ruf Amin melepas keberangkatan Joko Widodo. Andika mewakili Panglima TNI Hadi Tjahjanto yang berhalangan hadir karena tugas lain.

Sebelum presiden mengajukan nama Andika secara resmi ke DPR, muncul dua nama sebagai calon kuat pengganti Hadi Tjahjanto. Pertama adalah Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono, kemudian KSAD Andika Perkasa.

Nama Yudo Margono dan Andika Perkasa muncul karena secara administratif keduanya memenuhi syarat menjadi Panglima TNI seperti tertulis dalam UU No.34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Di Pasal 13 ayat (4) disebutkan bahwa: Jabatan Panglima TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

Merujuk aturan tersebut, sebenarnya ada satu nama lagi yang menenuhi syarat, yaitu Kepala Sraf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal TNI Fajar Prasetyo. Namun nama Fajar tidak ramai diperbincangkan karena banyak yang menafsirkan Pasal 13 ayat (4) UU 34 Tahun 2004 bahwa jabatan panglima TNI harus digilir sehingga tidak mungkin Panglima TNI dijabat perwira tinggi dari Angkatan Udara lagi.

Penafsiran bahwa Panglima TNI harus dijabat secara bergantian membuat nama KSAL Yudo Margono sempat melambung tinggi karena sebelum Hadi Tjahjanto, angkatan darat sudah mendapat giliran melalui Moeldoko. Maka kini tiba giliran angkatan laut.

Namun yang dimaksud dapat dijabat secara bergantian dalam UU Nomor 34 tersebut bukan harus bergantian sehingga Panglima TNI pengganti Hadi Tjahjanto tidak harus dari angkatan laut. Semua tergantung presiden. Itu hak prerogatif presiden sebagai kepala pemerintahan.

Meski jabatan Panglima TNI merupakan hak prerogatif presiden, namun perbincangan tentang hal itu nyaris tanpa henti selama beberapa bulan belakangan. Hal ini tidak terlepas dari pentingnya posisi Panglima TNI. Jabatan Panglima TNI dianggap sebagai batu loncatan untuk menduduki jabatan politik yang lebih tinggi.

Beda pendapat siapa calon Panglima TNI harus segera diakhiri dengan ditunjuknya nama Andika Perkasa oleh Presiden Joko Widodo. Jangan sampai perbedaan pendapat yang selama ini muncul mengancam soliditas TNI. Jika kondisi internal TNI tidak solid, berbahaya bagi persatuan dan kesatuan bangsa.

Siapapun Panglima TNI-nya, TNI harus satu komando.

Baca Juga: