Jaksa penuntut umum KPK menilai terdakwa Marisi Matondang, anak buah mantan bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin terlibat korupsi sehingga dituntut 4 tahun.
JAKARTA - Marisi Matondang, anak buah mantan bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin dituntut empat tahun penjara. Dia dinilai terkait korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana (RS PKPIP Unud) 2009.
"Supaya majelis hakim memutuskan, menyatakan terdakwa Marisi Matondang terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana terhadap Marisi berupa penjara selama empat tahun ditambah pidana denda sebesar 100 juta rupiah subsider dua bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK, Ronald Worotikan dalam sidang pembacaan tuntutan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (21/8).
Hal yang meringankan, kata Ronald, terdakwa tidak mendapatkan keuntungan dalam proyek pengadaan Alkes RS Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana tahun 2009, kerugian negara sudah dikembalikan. Terdakwa telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan sehingga penyidik dan/atau penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana yang dimaksud secara efektif sehingga terdakwa mendapat penetapan sebagai justice collaborator berdasarkan keputusan pimpinan KPK tanggal 10 Agustus 2017.
Marisi mendapatkan status justice collaborator karena dia sebagai direktur administrasi Permai Grup dan direktur PT Mahkota Negara menerima arahan dari Muhammad Nazaruddin untuk melakukan rekayasa yang bertujuan agar PT Mahkota Negara memenangkan pengadaan tersebut sehingga Marisi dinilai bukan pelaku utama. Justice collaborator adalah pelaku yang mau bekerja sama dengan aparat penegak hukum.
Sudah Digelembungkan
Kerugian negara yang ditimbulkan oleh perbuatan Marisi sebesar 7 miliar rupiah yang berasal dari penyusunan harga perhitungan sendiri (HPS) hasil usulan tim Nazaruddin yang sudah digelembungkan terlebih dulu.
APBN 2009 memasukkan anggaran Alkes RS PKPIP Unud sejumlah 18,523 miliar rupiah. Selanjutnya sesuai arahan Nazaruddin dengan sepengetahuan Marisi, dua anak buah Nazaruddin yaitu Mindo Rosalina Manulang meminta Clara Mauren dan Elvi menghubungi vendor yang mau bekerja sama untuk menyuplai Alkes dengan meminta diskon minimal 40 persen ditambah tiga persen dan tidak ada pajak.
Atas perintah pejabat pembuat komitmen (PPK) Made Meregawa, panitia pengadaan menyusun HPS berdasarkan spesifikasi Alkes dan harga yang mengarah pada merek/produk perusahaan berdasarkan dokumen yang diserahkan Elvi. Panitia tidak pernah melakukan survei, pengecekan maupun perbandingan harga ke perusahaan-perusahaan supplier Alkes sehingga menetapkan HPS adalah 18,33 miliar rupiah.
Pada 21 Oktober 2009, Made Meregawa selaku PPK mengumumkan PT Mahkota Negara sebagai pemenang, padahal perusahaan itu tidak memiliki Alkes yang dibutuhkan sebagaimana dalam kontrak pengadaan karena seluruh pengiriman, instalasi, dan pelatihan dalam pengadaan Alkes RS PKPIP Unud dilaksanakan oleh perusahaan vendor. Panitia pemeriksa barang juga hanya menghitung jumlah barang per item Alkes tanpa memeriksa atas berfungsi atau tidaknya Alkes itu.
Total pembayaran setelah dipotong pajak adalah 16,136 miliar rupiah. Namun setelah audit BPK tahun 2015, PPK Made Meregawa mengembalikan uang 5,7 miliar rupiah sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sementara sisa kerugian negara sudah dirampas dalam perkara Nazaruddin.
"Dalam TPPU atas nama Muhammad Nazaruddin tersebut, penyidik telah menyita sejumlah uang milik PT Mahkota Negara sejumlah 5,584 miliar rupiah dan dinyatakan dirampas oleh negara dan telah disetor ke kas negara," tambah jaksa Ronald. mza/N-3