Setiap tanggal 20 November, dunia memperingati Hari Anak Universal (HAU). Ide ini tercetus pada 1954, ketika Sekjen PBB merekomendasikan semua negara merayakannya untuk meningkatkan pemahaman dan kepedulian anak-anak. Banyak negara merekomendasikan tanggal 20 November, meski di beberapa negara lain memperingati dengan tanggal berbeda.
Sedangkan Hari Anak Nasional (HAN) Indonesia diperingati setiap tanggal 23 Juli sebagai bentuk kepedulian seluruh bangsa terhadap perlindungan anak agar tumbuh dan berkembang secara optimal. Negara mendorong keluarga menjadi lembaga pertama melindungi anak sehingga menghasilkan generasi penerus yang sehat, cerdas, ceria, berakhlak dan cinta tanah air.
Peringatan HAU juga diadakan di Indonesia. Misalnya Senin (20/11), peringatan bahkan dihadiri Ibu Negara, Iriana Joko Widodo yang sekaligus memberi penghargaan terhadap masyarakat yang peduli Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Anugerah PAUD tingkat nasional 2017 diberikan kepada 164 orang, termasuk para pemenang lomba e-book, edu game, dan lomba cerita PAUD.
Baik peringatan HAU maupun HAN ingin mengingatkan masyarakat dunia, anak adalah generasi akan mendapat estafet kepemimpinan saat dewasa. Sejak dini anak harus diberi pendidikan keterampilan memadai dan lingkungan yang memungkinkan mereka tumbuh menjadi generasi berelan kepemimpinan.
Anak-anak Indonesia bisa disebut aset bangsa sangat berharga. Bahkan melebihi aset-aset lain dalam bentuk kekayaan alam, misalnya. Karena itu jika anak-anak yang kini hidup dalam dunia penuh perubahan ilmu dan teknologi tidak diberi akses dan perlindungan, jalan menuju ke puncak kematangan sebagai manusia dewasa akan terhambat.
Anak-anak kini yang masuk klasifikasi generasi milenial memang menghadapi tantangan luar biasa. Sebab perubahan berlangsung sangat cepat. Sementara itu, infrastruktur pendidikan, budaya, dan kemampuan mendukung kemajuan tidak merata. Di kota kota besar saja, disparitas kemampuan orangtua berbeda, apalagi di desa-desa yang jauh bahkan terpencil.
Namun di samping itu, kemajuan teknologi informasi dan perubahan yang cepat juga menjadi peluang anak-anak menggapai cita-cita. Artinya, kesempatan untuk maju dan memotong mata rantai keterbatasan, bisa diterobos dengan kemajuan teknologi informasi. Jadi, baik anak di kota maupun desa, asal ada akses informasi dan teknologi, serta kemauan untuk maju, dibimbing orangtua, guru, serta tokoh masyarakat bisa menggapai cita-citanya.
Maka perlu diingatkan seluruh orangtua dan mereka yang terlibat dalam proses pendidikan benar-benar melihat dan memandang anak-anak adalah aset sangat berharga bagi masa depan bangsa. Kita membayangkan masa depan bangsa 20-30 tahun ke depan, jika tidak memiliki anak-anak dengan pendidikan terbaik dan mendapat asuhan etika serta budaya. Bangsa itu akan kehilangan generasi.
Jadi, kita memiliki tanggung jawab besar untuk mendidik, menjaga, dan memberikan ruang terbaik bagi pengembangan kualitas SDM anak-anak Indonesia. Mereka yang kini masuk kelompok umur anak, pada 25-30 tahun nanti menjadi pemimpin di semua level. Saat ini saja banyak kepala daerah dan pemimpin di lini perusahaan dari kelompok muda dengan usia 30-40 tahun.
Yang perlu serta sangat penting untuk diingat, dalam kurun waktu itu, kita akan memasuki era bonus demografi. Ini suatu masa di mana Indonesia memiliki generasi muda yang jumlahnya sangat besar. Mereka dalam posisi usia produktif, penuh energi, dan mampu menghadapi berbagai tantangan bangsa.
Dengan demikian, HAU dan HAN adalah momen untuk kembali menegaskan pentingnya masa depan anak-anak. Jangan kotori mereka dengan berbagai perilaku buruk dan menghambat kemajuan.