BOGOR - Keputusan Presiden Joko Widodo memberikan amnesti kepada terpidana kasus Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE), Baiq Nuril, semata-mata karena pertimbangan rasa keadilan.

"Bapak Presiden memutuskan untuk memberikan amnesti setelah mendapatkan pertimbangan DPR. Tentu, ini proses yang panjang. Dan, pertimbangan Pak Presiden bahwa memang apa yang Mbak Nuril alami bertentangan dengan rasa keadilan yang berkembang di masyarakat," kata Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, saat menyerahkan Keputusan Presiden (Keppres) RI No 24 Tahun 2019 tentang Pemberian Amnesti kepada Baiq Nuril, di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (2/8), disaksikan Presiden Jokowi dan Mensesneg Pratikno.

Baiq Nuril sendirian tiba di Istana Kepresidenan Bogor. Presiden Joko Widodo, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sudah menanti di ruang kerja Presiden.

Menurut Yasonna, sejak awal Presiden Joko Widodo telah memberikan perhatian tentang amnesti bagi Baiq Nuril. "Oleh karena tidak ada lagi jalur hukum, yang bisa kita gunakan adalah memenuhi grasi. Maka satu-satunya cara adalah menggunakan amnesti, dan Presiden telah mengambil keputusan itu," ungkap Yasonna.

Agar tidak terulang, lanjut dia, Kemenkumham akan membicarakan terkait revisi Undang-Undang ITE ini dengan Kemenkominfo. "Jadi, saya dan nanti dengan Menkominfo akan duduk bersama untuk melihat, untuk revisi dari undang undang ITE," ucapnya. Menurutnya, jika revisi ini terjadi, maka akan jadi kali kedua undang-undang ini direvisi.

"Ini kalau kita revisi lagi, kali kedua kita revisi. Memang setelah kita lihat pasti ada lah yang harus kita sempurnakan. Tapi bukan berarti menghilangkan, karena kalau kita hilangkan itu juga persoalannya bisa gubrak juga nanti," tutup Yasonna.

Paling Berharga

Usai menerima Keppres Amnesti, Baiq Nurul mengatakan salinan surat yang diteken Presiden Jokowi pada 29 Juli itu adalah surat paling berharga. Sebab itu, Nuril tidak henti-hentinya mengucapkan rasa terima kasih kepada Presiden Jokowi.

"Ini suratnya (Keppres). Surat ini kalau bisa saya mau bingkai dengan bingkai emas, saya mau pajang. Ini adalah surat paling berharga dalam hidup saya," kata Nuril.

Dalam kesempatan itu, Nuril berharap kejadian yang dialaminya ini tidak terjadi bagi perempuan-perempuan lain. Kalaupun masih terjadi, harus ada pendampingan.

Baiq Nuril adalah seorang staf tata usaha (TU) di SMAN 7 Mataram, NTB, yang berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) divonis enam bulan penjara dan denda 500 juta rupiah lantaran dianggap melanggar Pasal 27 Ayat (1) UU ITE karena menyebarkan percakapan asusila kepala sekolah SMU 7 Mataram, Haji Muslim. Baiq Nuril kemudian memohonkan amnesti dari Presiden Joko Widodo.

Sebelumnya, PN Mataram menyatakan Nuril tidak terbukti mentransmisikan konten yang bermuatan pelanggaran kesusilaan.

fdl/AR-2

Baca Juga: