Sekitar 1.500 orang di berbagai lokasi di seluruh dunia mengikuti pengujian klinis antivirus Covid-19 dan hasilnya segera dievaluasi oleh Institut Kesehatan Nasional AS.

LOS ANGELES - Institut Kesehatan Nasional (NIH) Amerika Serikat (AS) telah memulai uji klinis multilokasi untuk mengevaluasi antivirus yang sedang diteliti untuk pengobatan Covid-19.

Antivirus tersebut, yang dikenal sebagai S-217622 atau asam fumarat ensitrelvir, ditemukan oleh Universitas Hokkaido Jepang dan sebuah perusahaan farmasi Jepang Shionogi & Co, Ltd, demikian diumumkan NIH pada Rabu (15/2).

Seperti dikutip dari Antara, pengujian tersebut dilakukan untuk menilai apakah S-217622 mampu meningkatkan hasil klinis bagi pasien yang dirawat di rumah sakit untuk penanganan Covid-19 dibandingkan dengan terapi plasebo. Pengujian itu akan menyertakan sekitar 1.500 orang di berbagai lokasi di seluruh dunia.

Antivirus S-217622 menjadi agen pertama yang dievaluasi dalam protokol penelitian klinis adaptif global yang baru dikenal sebagai strategi dan perawatan untuk infeksi pernapasan dan darurat virus (Strategies and Treatments for Respiratory Infections & Viral Emergencies/STRIVE), menurut NIH.

"Kami berharap hasil pengujian ini dapat diterapkan untuk meningkatkan standar perawatan bagi orang yang terinfeksi Covid-19, yang masih menyebabkan ratusan kematian setiap harinya di AS, serta untuk memperkuat kesiapsiagaan pandemi kami," ujar H Clifford Lane, Wakil Direktur Penelitian Klinis dan Proyek Khusus di Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS.

"Protokol STRIVE dan infrastruktur penelitian klinis dapat diadaptasi guna mengevaluasi agen tambahan untuk Covid-19 serta terapi untuk patogen pernapasan lainnya," ungkapnya.

Darurat Kesehatan

Perlunya obat antivurus Covid-19 ini penting karena sampai saat ini pandemi masih terjadi. Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) pada 30 Januari 2023 mengatakan pandemi Covid-19 masih merupakan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (Public Health Emergency of International Concern/PHEIC), yaitu tingkat kewaspadaan tertinggi yang dapat dikeluarkan oleh WHO.

Pengumuman itu muncul di tengah peningkatan kematian mingguan yang dilaporkan di seluruh dunia baru-baru ini.

Setelah pertemuan penilaian triwulanan tentang pandemi Covid-19 pada Jumat (27/1), Komite Darurat Peraturan Kesehatan Internasional (International Health Regulations/IHR) 2005 WHO, pada Senin, mengumumkan bahwa Covid-19 masih merupakan PHEIC, yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Covid-19 masih menjadi penyakit menular berbahaya dengan kemampuan yang dapat menyebabkan kerusakan besar pada sistem kesehatan, kata komite itu dalam sebuah pernyataan, seraya mengakui bahwa pandemi Covid-19 mungkin mendekati titik belok.

Kendati infeksi atau vaksinasi dapat mengarah ke tingkat kekebalan populasi yang lebih tinggi secara global dan membatasi dampak morbiditas dan mortalitas, "ada kemungkinan besar bahwa virus ini akan tetap menjadi patogen yang terbentuk secara permanen pada manusia dan hewan di masa mendatang," kata komite tersebut.

WHO kemudian menyerukan tindakan kesehatan masyarakat jangka panjang yang akan memprioritaskan mitigasi dampak Covid-19 terhadap morbiditas dan mortalitas.

Sementara itu, komite tersebut merekomendasikan agar negara-negara harus mencapai cakupan vaksinasi 100 persen pada kelompok prioritas tinggi, meningkatkan pelaporan data pengawasan SARS-CoV-2 ke WHO, dan memastikan ketersediaan penanggulangan medis jangka panjang, seperti vaksin Covid-19, diagnostik, dan terapeutik.

Baca Juga: