Raksasa ritel Amerika Serikat (AS) Walmart dikabarkan memangkas prospek laba mereka, baik secara kuartalan maupun setahun penuh akibat Inflasi yang melanda negeri Paman Sam.

Dalam keterangannya, Walmart menuturkan bahwa inflasi di AS telah mendorong masyarakat untuk lebih banyak membelanjakan kebutuhan pokok seperti makanan dan semakin sedikit transaksi terkait pembelian pakaian dan barang elektronik.

Pergeseran pada pengeluaran inilah membuat Walmart menandai sejumlah barang yang tidak lagi diinginkan konsumen semasa inflasi.

Pengumuman itu sekaligus membuat saham perusahaan jatuh. Tak hanya Walmart, ritel lain termasuk Target dan raksasa e-commerce Amazon juga menghadapi hal serupa.

Laju inflasi tahunan di AS dilaporkan mencapai 9,1 persen pada Juni, sekaligus menjadi yang tertinggi sejak November 1981. Inflasi bulan lalu juga lebih tinggi dibandingkan prediksi Dow Jones yang mencapai 8,8 persen, begitu juga pada bulan sebelumnya sebesar 8,6 persen. Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika melaporkan, inflasi inti juga lebih tinggi dari perkiraan mencapai 5,9 persen.

Walmart saat ini dilaporkan telah mengantisipasi dengan menyesuaikan n laba per saham untuk kuartal II dan setahun penuh dengan penurunan masing-masing sekitar 8 persen hingga 9 persen dan 11 persen hingga 13 persen.

Angka ini kian jauh dari perkiraan laba sebelumnya yang diproyeksi Walmart akan datar pada kuartal II dan turun sekitar 1 persen untuk setahun penuh.

Sejauh ini, Walmart mengharapkan penjualan toko dapat meningkat 6 persen pada kuartal II. Namun, ini tidak termasuk pembelian bahan bakar karena pelanggan lebih banyak membeli makanan.

Sayangnya, fakta itu akan membebani perusahaan lantaran bahan makanan memiliki margin keuntungan yang lebih rendah daripada barang-barang seperti TV dan pakaian.

"Meningkatnya tingkat inflasi makanan dan bahan bakar mempengaruhi cara pelanggan berbelanja," ujar CEO Walmart Doug McMillon dalam keterangan resminya.

Baca Juga: