NEW YORK - Amerika Serikat (AS), pada Kamis (17/4), memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut keanggotaan penuh Palestina di PBB.

Dewan yang terdiri dari 15 anggota mengadakan pertemuan di New York untuk melakukan pemungutan suara terhadap rancangan resolusi yang diajukan Aljazair merekomendasikan penerimaan Palestina untuk keanggotaannya di PBB. Keanggotaan itu diblokir dengan 12 suara dukungan, dan dua abstain yaitu Inggris dan Swiss.

Sebelum pemungutan suara, utusan Aljazair untuk PBB, Amar Bendjama, mengatakan sudah saatnya bagi Palestina untuk mengambil tempatnya yang layak di antara komunitas bangsa-bangsa, dan mengupayakan keanggotaan di PBB merupakan ekspresi mendasar dari penentuan nasib sendiri oleh Palestina.

"Hari ini, seruan sejarah kembali bergema. Merupakan kehormatan bagi saya untuk mengajukan rekomendasi kepada dewan untuk mengakui negara Palestina sebagai anggota penuh PBB. Ini adalah langkah penting untuk memperbaiki ketidakadilan yang sudah berlangsung lama," kata Bendjama, mendesak setiap anggota untuk mendukung resolusi itu.

Seperti dikutip dari Antara, Palestina diterima sebagai negara pengamat di Majelis Umum PBB pada 2012, sehingga memungkinkan utusannya untuk berpartisipasi dalam perdebatan dan organisasi-organisasi PBB, tetapi tidak berhak melakukan pemungutan suara.

Sejumlah negara menurut Piagam PBB diterima menjadi anggota PBB melalui keputusan Majelis Umum atas rekomendasi Dewan Keamanan. Resolusi dewan memerlukan sedikitnya sembilan suara setuju dan tidak ada veto dari anggota tetap AS, Inggris, Prancis, Russia atau Tiongkok untuk dapat disahkan.

Permohonan Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB dilakukan di tengah serangan mematikan oleh Israel di Jalur Gaza sejak serangan lintas batas oleh kelompok Hamas Palestina pada 7 Oktober, yang menewaskan hampir 34 ribu warga Palestina.

Konflik Regional

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, melukiskan gambaran suram mengenai situasi di Timur Tengah, memperingatkan meningkatnya ketegangan akibat perang di Gaza dan serangan Iran terhadap Israel dapat berubah menjadi konflik regional skala penuh.

Dikutip dari The Straits Times, Guterres mengatakan serangan militer Israel terhadap militan Hamas di Jalur Gaza, sebagai pembalasan atas serangan mereka pada 7 Oktober yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel, telah menciptakan pemandangan neraka kemanusiaan bagi warga sipil yang terjebak di wilayah Palestina yang terkepung.

"Timur Tengah berada di jurang yang curam. Beberapa hari terakhir terjadi peningkatan yang berbahaya, baik dalam perkataan maupun perbuatan," kata Guterres pada pertemuan tingkat tinggi Dewan Keamanan dengan beberapa menteri luar negeri yang hadir, termasuk dari Yordania dan Iran.

"Satu kesalahan perhitungan, satu miskomunikasi, satu kesalahan, dapat menyebabkan hal yang tidak terpikirkan konflik regional berskala penuh yang akan berdampak buruk bagi semua pihak yang terlibat," katanya, seraya menyerukan semua pihak untuk menahan diri semaksimal mungkin.

Iran melepaskan rentetan rudal dan drone ke Israel pada 13 April setelah serangan terhadap konsulatnya di Damaskus yang banyak disalahkan pada Israel.

Guterres mengutuk serangan konsulat dan serangan drone, dengan mengatakan bahwa serangan tersebut merupakan eskalasi yang serius. "Ini adalah waktu yang tepat untuk mengakhiri siklus pembalasan berdarah. Ini saat yang tepat untuk berhenti," katanya.

"Komunitas internasional harus bekerja sama untuk mencegah tindakan apa pun yang dapat membuat seluruh Timur Tengah terpuruk dan berdampak buruk terhadap warga sipil. Biar saya perjelas, risikonya meningkat di banyak bidang," katanya.

Bagi Guterres, peredaan situasi akan dimulai dengan mengakhiri pertempuran di Gaza. "Saya mengulangi seruan saya untuk segera melakukan gencatan senjata kemanusiaan dan segera membebaskan semua sandera yang ditahan di Gaza," kata Guterres.

"Di Gaza, enam setengah bulan operasi militer Israel telah menciptakan kondisi kemanusiaan yang sangat buruk," keluhnya.

Dia mengatakan Israel hanya membuat kemajuan terbatas dalam mengizinkan lebih banyak bantuan masuk ke wilayah tersebut, ia menyerukan agar lebih banyak tindakan yang dilakukan.

"Operasi bantuan kami hampir tidak berfungsi. Mereka tidak dapat beroperasi secara terorganisir dan sistematis. Mereka hanya bisa memanfaatkan kesempatan untuk menyalurkan bantuan kapan pun dan di mana pun memungkinkan," katanya.

"Menyampaikan bantuan dalam skala besar memerlukan fasilitasi penuh dan aktif dari Israel dalam operasi kemanusiaan."

Baca Juga: