WASHINGTON - Amerika Serikat (AS), pada Sabtu (6/1), mengatakan telah menembak jatuh drone yang diluncurkan dari Yaman di Laut Merah, di tengah meningkatnya ketegangan dengan kelompok pemberontak Houthi Yaman. Tidak ada korban jiwa atau kerusakan yang dilaporkan.

"Pada 6 Januari, sekitar pukul 9.30 (waktu Sanaa atau 13.30 WIB), kendaraan udara tak berawak dari daerah Yaman yang dikuasai Houthi yang didukung Iran ditembak jatuh sebagai pertahanan diri USS Laboon (DDG 59) di perairan internasional Laut Merah Selatan di sekitar kapal komersial," tulis Komando Pusat AS atau Central Command (Centcom) di X.

Seperti dikutip dari Antara, Houthi telah menargetkan kapal di Laut Merah Selatan, memperingatkan mereka akan menyerang semua kapal yang menuju Israel.

Mereka mengatakan serangan tersebut untuk mendukung warga Palestina di tengah agresi dan pengepungan yang dilakukan Israel di Gaza. Laut Merah adalah salah satu jalur laut paling sering digunakan di dunia untuk pengiriman minyak dan bahan bakar.

Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, baru-baru ini mengumumkan pembentukan misi multinasional -Operation Prosperity Guardian (Operasi Penjaga Kemakmuran) -untuk melawan serangan Houthi.

Sebelumnya, Amerika Serikat dan sekutunya memperingatkan kelompok Houthi atas konsekuensi dari serangan mereka yang "tidak dapat diterima" di Laut Merah.

Hentikan Penyerangan

Dalam pernyataan bersama, AS, Australia, Bahrain, Belgia, Kanada, Denmark, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Selandia Baru, dan Inggris menyerukan dihentikannya segera "serangan ilegal" dan pembebasan kapal dan awak kapal yang ditahan secara tidak sah.

"Houthi akan bertanggung jawab atas konsekuensinya jika mereka terus mengancam jiwa, ekonomi global, dan arus bebas perdagangan di perairan penting kawasan ini," kata pernyataan itu.

"Pernyataan itu menambahkan tidak ada pembenaran hukum untuk secara sengaja menargetkan kapal sipil dan kapal angkatan laut.

"Serangan atas kapal-kapal, termasuk kapal komersial, menggunakan kendaraan udara tanpa awak, kapal kecil, dan rudal, termasuk penggunaan rudal balistik anti-kapal untuk pertama kalinya terhadap kapal-kapal tersebut, merupakan ancaman langsung terhadap kebebasan navigasi yang menjadi landasan perdagangan global di salah satu jalur perairan paling penting di dunia," bunyi pernyataan tersebut.

Baca Juga: