Di tengah terjadinya ketegangan antara Tiongkok dengan Manila dan Taiwan, pihak AS menyatakan bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk segera menarik sistem misil jarak menengah yang saat ini berada di Filipina.

MANILA - Amerika Serikat (AS) tidak memiliki rencana untuk segera menarik sistem misil jarak menengah yang ditempatkan di Filipina meskipun ada tuntutan dari Tiongkok, dan sedang menguji kelayakan penggunaannya dalam konflik regional, kata seorang narasumber yang mengetahui masalah tersebut.

Sistem misil Typhon yang dapat dilengkapi dengan misil jelajah yang mampu menyerang target di Tiongkok, didatangkan hanya untuk digunakan pada latihan gabungan pada awal tahun 2024 lalu, kata kedua negara pada saat itu, akan tetapi kini sistem misil tersebut akan tetap berada di sana.

Filipina yang adalah negara tetangga Taiwan di selatan, merupakan bagian penting dari strategi AS di Asia dan akan menjadi titik persiapan yang sangat diperlukan bagi militer untuk membantu Taipei jika terjadi serangan dari Tiongkok.

Tiongkok dan Russia mengecam langkah tersebut yang disebutnya merupakan penyebaran pertama dari sistem misil tersebut ke Indo-Pasifik dan menuduh Washington DC telah memicu perlombaan senjata.

Pada Kamis (19/9) Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengatakan pihaknya sangat prihatin dengan rencana untuk mempertahankan sistem misil tersebut. "Hal ini secara serius mengancam keamanan negara-negara regional dan mengintensifkan konfrontasi geopolitik," kata Lin Jian, juru bicara kementerian itu.

Sistem misil Typhon dapat meluncurkan misil SM-6 dan Tomahawk dengan jangkauan melebihi 1.600 kilometer. Pengerahan persenjataan tersebut terjadi saat Tiongkok dan Filipina bentrok di beberapa wilayah Laut Tiongkok Selatan (LTS) yang diperebutkan dengan sengit. Beberapa bulan terakhir bahkan telah terjadi serangkaian konfrontasi laut dan udara di jalur perairan strategis tersebut.

Para pejabat Filipina mengatakan pasukan Filipina dan AS terus berlatih dengan sistem misil yang kini berada di Luzon utara yang menghadap LTS dan dekat dengan Selat Taiwan, serta menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui adanya rencana untuk segera mengembalikannya, meskipun latihan bersama telah berakhir pada September ini.

Seorang juru bicara Angkatan Darat Filipina, Kolonel Louie Dema-ala, mengatakan pada Rabu (18/9) lalu bahwa pelatihan sedang berlangsung dan terserah kepada pihak Angkatan Darat AS di Pasifik (Usarpac) untuk memutuskan berapa lama sistem misil itu akan bertahan.

Seorang pejabat senior pemerintah Filipina, yang berbicara dengan syarat anonim, dan seorang lainnya yang mengetahui masalah tersebut mengatakan bahwa AS dan Filipina sedang menguji kelayakan penggunaan sistem misil Typhon di sana jika terjadi konflik, untuk menguji seberapa baik sistem misil itu berfungsi di lingkungan itu.

Pejabat pemerintah tersebut mengatakan Typhon, sebuah sistem misil modular yang dapat dipindah-pindahkan sesuai kebutuhan, berada di Filipina untuk uji coba kelayakan penerapannya di suatu negara, sehingga ketika diperlukan, sistem tersebut dapat dengan mudah diterapkan di sana.

Tantangan Terbesar

Sementara itu seorang diplomat senior AS pada Rabu mengatakan bahwa saat ini Tiongkok merupakan tantangan terbesar dalam sejarah AS.

"Tiongkok menghadirkan tantangan terbesar bagi AS dalam seluruh sejarahnya, melampaui Perang Dingin," ucap Wakil Menteri Luar Negeri AS, Kurt Campbell. "Ini bukan sekadar tantangan militer; ini tantangan menyeluruh. Ini terjadi di belahan bumi selatan. Tantangan ini juga dalam bidang teknologi. (Oleh karena itu) kita perlu meningkatkan kemampuan kita di semua bidang," imbuh Campbell.

Menanggapi pernyataan Campbell, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok pada Kamis mengatakan bahwa pernyataan tersebut mengabaikan fakta, secara terbuka dan tanpa pikir panjang membesar-besarkan ancaman Tiongkok, serta menyerukan konfrontasi antarkubu.

"Menganggap Tiongkok sebagai tantangan terbesar AS adalah sebuah kesalahan," kata Lin Jian. "Tiongkok mendesak AS untuk meninggalkan pola pikir zero-sum Perang Dingin, berhenti menyebarkan teori ancaman Tiongkok, dan berhenti mendistorsi niat strategis Tiongkok," imbuh dia.AFP/ST/I-1

Baca Juga: