JAKARTA - Wacana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 jangan untuk kepentingan pragmatis jangka pendek. Peringatan ini disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, di Jakarta, Senin (30/8).

"PP Muhammadiyah minta semua pihak untuk memikirkan kembali hikmah dan kebijaksanaan yang berjiwa kenegarawanan autentik saat gagasan amendemen UUD 1945 muncul," katanya. Ia mengatakan, sudah empat kali amendemen UUD 1945 dilakukan di awal reformasi yang mengandung sejumlah kebaikan.

Namun, amendemen tersebut menyisakan masalah lain yang membuat Indonesia kehilangan sebagian jati diri. "Jangan sampai di balik gagasan amendemen menguat kepentingan-kepentingan pragmatis jangka pendek yang dapat menambah berat kehidupan bangsa," kata Haedar.

Kemudian, katanya, langkah itu bisa menyalahi spirit Reformasi 1998 serta lebih krusial lagi bertentangan dengan jiwa Pancasila maupun UUD 1945. UUD telah dirancang dan ditetapkan para pendiri negeri 76 tahun silam.

Untuk itu, Haedar menegaskan, pentingnya hikmat kebijaksanaan. Para tokoh penting untuk membawa Indonesia lebih maju. Tidak hanya bagi mereka yang berada di pemerintahan tetapi bagi tokoh di luar pemerintahan juga.

Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo menyinggung amendemen UUD 1945 dalam Pidato Sidang Tahunan MPR 2021. Ia mengatakan amendemen konstitusi terbatas dan hanya fokus pada Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), tidak akan melebar pada perubahan pasal lain.

Belum lama ini, anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, juga mengingatkan, isu amendemen sangat rentan dipolitisasi dan diboncengi isu-isu ikutan. Di antaranya, memasukkan masa jabatan presiden 3 periode, penundaan Pemilu 2024, maupun pemilihan presiden oleh MPR.

Lagi pula, kata Titi Anggraini, amendemen konstitusi bukan agenda mendesak, bahkan cenderung bisa kontraproduktif dengan upaya penanganan pandemi. Titi memandang penting penyelenggara negara fokus pada penanganan pandemi dengan bekerja optimal mengatasi virus korona dan membawa Indonesia keluar dari situasi krisis saat ini.

"Intrik politik hanya akan membuat kacau," ucap Titi.Ia menilai, isu masa jabatan presiden 3 periode, penundaan pemilu, dan pemilihan presiden oleh MPR bisa memancing kekisruhan berujung protes dan perlawanan publik karena tidak sesuai dengan konstitusi.

Baca Juga: