JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan alternatif mekanisme pendanaan penting untuk memenuhi financing gap atau kesenjangan finansial dalam mewujudkan ekonomi hijau.

"Ini dilakukan agar pendanaan tidak terbatas hanya dari APBN, misalnya melalui Green Sukuk, tetapi juga dari berbagai instrumen alternatif seperti blended finance, dan menampung dana dari swasta untuk pengembangan energi terbarukan dan mitigasi perubahan iklim," kata Airlangga dalam webinar yang diselenggarakan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Jakarta, Senin (20/6).

Pemerintah, lanjut Airlangga, juga terus meningkatkan kerja sama pembiayaan hijau dengan beberapa lembaga internasional berupa program Energi Baru Terbarukan dan pembiayaan telah dibantu oleh lembaga donor seperti Development Finance Institution dan Export Credit Agency.

Seperti dikutip dari Antara, penerapan ekonomi hijau di Indonesia, tambah Airlangga, telah didorong dengan Roadmap Keuangan Berkelanjutan 2021-2025 yang telah dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Adanya Taksonomi Hijau Indonesia menjadikan Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara di dunia yang telah memiliki standar hijau sebagai acuan nasional.

Investasi Berkelanjutan

Airlangga mengatakan Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai otoritas pasar modal juga didorong untuk segera mempersiapkan infrastruktur, perangkat, dan instrumen, khususnya terkait dengan investasi berkelanjutan.

BEI secara khusus disiapkan terlibat dalam transaksi perdagangan karbon untuk membiayai transisi pembangkit tenaga listrik batu bara serta mengadopsi prinsip-prinsip environmental, social, and governance (ESG).

"Penguatan fundamental pasar ini akan mendorong peluang untuk merebut pasar pembiayaan hijau sehingga mendorong proses transisi menuju ekonomi hijau dapat berlangsung lebih cepat dan lebih efektif," ujarnya. Lebih lanjut, Airlangga menuturkan komitmen Indonesia untuk turut serta mencapai target penurunan emisi sesuai Paris Agreement telah terwujud dalam berbagai upaya dari segi regulasi dan inovasi mekanisme pendanaan.

Salah satu mekanisme pendanaan yang akan diterapkan di Indonesia pada bulan Juli tahun 2022 yakni pajak karbon melalui skema cap-trade-tax di sektor pembangkit tenaga listrik. Melalui skema tersebut, pembangkit listrik tenaga batu bara dengan proses yang tidak efisien atau emisi yang lebih tinggi dari batas atas akan dikenakan biaya tambahan.

Pajak karbon pun menjadi salah satu instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yang bertujuan mengubah perilaku masyarakat untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon.

"Pajak karbon diterapkan sambil mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon, serta ramah lingkungan," tuturnya. Dia mengatakan pertukaran informasi dan pengalaman serta peningkatan kapasitas SDM dan teknologi menjadi hal utama dalam mewujudkan reformasi nilai ekonomi karbon yang lebih baik.

Baca Juga: