Pemerintah menyiapkan sejumlah aturan protokol kesehatan memasuki kenormalan baru (new normal) dalam menghadapi pandemi virus korona (Covid-19).
Seperti di DKI Jakarta, misalnya, beberapa perkantoran dan tempat belanja sudah mulai beroperasi. Namun, tetap mematuhi protokol kesehatan yang ketat.
Untuk mengetahui fase tatanan kenormalan baru di tengah pandemi Covid-19, Koran Jakarta mewawancarai Kepala Staf Kepresidenan, Dr Moeldoko, Rabu (17/6). Berikut petikannya.
Sejauh mana persiapan pemerintah terkait kenormalan baru ini?
Pada rapat koordinasi dengan Gugus Tugas Nasional dan Daerah, Presiden telah memberikan lima arahan. Pertama, prakondisi yang ketat. Kedua penentuan waktu. Ketiga, penentuan prioritas. Keempat, pelibatan semua elemen, dan kelima evaluasi rutin. Untuk beberapa prakondisi, misalnya, yang dipersiapkan pemerintah, antara lain menyiapkan berbagai protokol kesehatan, baik di tempat ibadah, tempat kerja, sekolah, transportasi, pasar rakyat dan lain-lain.
Pemerintah juga terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara masif, terus mengingatkan pentingnya penggunaan masker, jaga jarak, cuci tangan, dan hindari kerumunan. Lalu, kemampuan tes lab, contact tracing, dan isolasi juga terus kita tingkatkan. Target 10 ribu tes per hari sudah kita lewati, sekarang kita terus menambah kapasitas tes dan harapannya dalam waktu dekat bisa menjadi setidaknya 20 ribu.
Dari segi anggaran, pemerintah menyiapkan anggaran sebesar 695 trilliun rupiah untuk penanganan Covid-19. Sebesar 87 triliun rupiah di antaranya untuk berkaitan langsung dengan upaya kesehatan, 203 triliun rupiah untuk perlindungan sosial yang terdampak Covid, 405 triliun rupiah untuk stimulus ekonomi mencegah PHK akibat lesu ekonomi Covid. Alokasi yang dianggarkan untuk Covid-19 sangat besar. Untuk itu, Presiden menegaskan meski harus cepat, namun tetap harus memenuhi aspek akuntabilitas penggunaan. Lembaga seperti Kepolisian, Kejaksaan, maupun KPK diminta proaktif mengawal dan mengawasi.
Apakah ada imbauan pemerintah terkait prioritas apa yang dibuka dalam kenormalan baru ini?
Pendekatan pemerintah adalah mengacu pada fakta dan data epidemiologi. Data-data epidemiologi dari setiap daerah yang menjadi acuan utama dan juga memperhatikan pandangan dan kebijakan dari kepala daerah. Indonesia terdiri dari 17 ribu pulau sehingga kita tidak bisa menentukan satu kebijakan untuk semua wilayah. Tiap wilayah kita pantau tiga indikator utama, yakni indikator epidemiologi, indikator surveilance, kemampuan testing, tracing, dan indikator pelayanan kesehatan, kapasitas bed, tempat isolasi. Setiap indikator tadi diberikan skoring dan pembobotan, lalu menjadi empat zona resik. Zona merah jika risiko tinggi, zona oranye jika risiko sedang, zona kuning jika risiko rendah,
zona hijau jika tidak terdampak. Keselamatan rakyat yang menjadi prioritas dan navigasi pengurangan pengetatan mengacu pada berbagai data dan skoring sesuai fakta di lapangan.
Bagaimana tanggapan Bapak terkait kenormalan baru yang mulai dibuka di DKI?
Saat ini, beberapa daerah sedang melakukan prakondisi dan sosialisasi, salah satunya DKI. Pengurangan pembatasan sosial atau menuju tatanan normal baru DKI tergantung pada zonasi risiko. Jika masih merah, tidak mungkin kita usul adanya pengurangan. Namun, jika data-data epidemiologi serta indikator lain menunjukkan virus sudah mulai terkendali dan kapasitas layanan kesehatan juga memadai maka baru akan ada pengurangan secara bertahap.
Pemerintah sudah menyiapkan secara teliti terkait kenormalan baru ini?
Sudah, namun tetap terus kita tingkatkan agar bisa semakin detail. Bersama pakar dari berbagai negara, kita bersama-sama bekerja sama untuk semakin memahami Covid, baik dari upaya pencegahan, pengobatan, maupun pemantauannya. Meski tadi saya menyebut ada tiga indikator, namun tiga indikator tadi sebenarnya terdiri dari 15 variabel yang kita pantau secara terus menerus oleh Gugus Tugas Nasional.
muhammad umar fadloli/P-4