OSAKA - Produsen mobil Jepang, Daihatsu, pada Senin (25/12), memutuskan untuk menutup keempat pabriknya hingga akhir Januari, menyusul pengakuan mengejutkan atas manipulasi uji keselamatan selama 30 tahun yang dilakukan oleh anak perusahaan raksasa otomotif global Toyota itu.

Dikutip dari Tech Times, penutupan ini tidak hanya membahayakan pekerjaan 9.000 karyawan namun juga menimbulkan kekhawatiran mengenai dampak potensial terhadap reputasi Toyota yang telah diperoleh dengan susah payah.

Daihatsu mengaku memanipulasi uji keselamatan pada 64 model selama tiga dekade. Penutupan kantor pusatnya di Osaka tersebut merupakan pukulan terakhir setelah penutupan sebelumnya di prefektur Oita, Shiga, dan Kyoto.

Dari 64 model yang dimanulipulasi, 24 diantaranya termasuk merek Toyota, sehingga membahayakan reputasi perusahaan induk.

Pemalsuan hasil uji dilaporkan didorong oleh tekanan kuat untuk mempertahankan tingkat produksi.

Meskipun tidak ada indikasi bahwa produk sebenarnya tidak aman, pengungkapan tersebut telah mengungkap masalah yang signifikan, menguji kendaraan dengan komponen tertentu dan kemudian menjual mobil dengan komponen yang berbeda.

Daihatsu telah berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemasok utamanya untuk mengatasi dampak buruk ini dan mungkin akan memberikan bantuan kepada subkontraktor kecil yang mungkin tidak menerima kompensasi secara langsung.

Selain itu, perusahaan berencana memberikan kompensasi kepada 423 pemasok dalam negeri yang memiliki hubungan bisnis langsung selama periode idle.

Daihatsu, didirikan pada tahun 1907 dan menyumbang sekitar 10 persen terhadap 10 juta penjualan kendaraan tahunan Toyota, telah menjadi anak perusahaan yang dapat diandalkan hingga saat ini.

Skandal ini merupakan pukulan telak bagi produsen mobil Jepang itu yang telah bekerja tanpa lelah untuk membangun kembali reputasinya setelah sebelumnya melakukan penarikan kembali pada tahun 2009 dan 2012.

Akar Skandal

Penipuan ini pertama kali muncul pada bulan April, dengan fokus pada pemalsuan tes tabrakan. Namun, komisi independen Toyota mengungkapkan masalah yang lebih dalam, termasuk pada komponen airbag dan tes kecepatan.

"Meskipun tidak ada tanda-tanda ketidakamanan produk, masalahnya terletak pada pengujian mobil dengan komponen tertentu dan kemudian mengirimkan mobil dengan komponen yang berbeda," kata analis industri otomotif, David Bailey.

Skandal ini mencerminkan kekhawatiran industri yang lebih luas, dan banyak analis menyamakannya dengan tekanan yang dihadapi produsen mobil untuk tumbuh pesat.

Skandal emisi Volkswagen pada tahun 2015 sering disebut sebagai contoh lain di mana tekanan pertumbuhan menyebabkan pelanggaran peraturan.

Penangguhan dan dampak ekonomi

Tanggapan Daihatsu terhadap skandal ini termasuk menangguhkan operasi di tiga pabrik perakitan dalam negeri, dengan batas waktu yang tidak pasti untuk memulai kembali.

The Japan Times melaporkan bahwa pabrik yang terkena dampak termasuk fasilitas di prefektur Shiga, Kyoto, dan Oita. Serikat pekerja produsen mobil mengajukan pembayaran upah 90 persen bagi pekerja selama masa penangguhan, menyoroti dampak kemanusiaan dari kesalahan langkah perusahaan.

Selain dampak jangka pendek, terdapat kekhawatiran bahwa skandal ini dapat memberikan dampak buruk terhadap perekonomian lokal, pemasok suku cadang dan bisnis lain yang mengharapkan penjualan yang kuat di akhir tahun.

Baca Juga: