BEIJING - Aktivitas pabrik di Tiongkok berada di laju paling lambat pada Juli 2021 karena biaya bahan baku yang lebih tinggi, pemeliharaan peralatan, dan cuaca ekstrem yang menambah kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Berdasarkan data Biro Statistik Nasional (NBS), Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur turun menjadi 50,4 pada Juli dari 50,9 pada Juni. Meski begitu, angka masih di atas 50 persen yang menunjukkan masih ada pertumbuhan. Analis memperkirakan PMI Tiongkok akan tergelincir ke 50,8. Itu adalah angka terendah sejak indeks merosot ke 35,7 pada Februari 2020, setelah Tiongkok memulai penguncian untuk mengendalikan pandemi virus korona.

Seorang pejabat NBS mengarahkan sub-indeks PMI untuk produksi turun menjadi 51,0 dari 51,9 pada Juni karena terbebani biaya pemeliharaan peralatan dan cuaca ekstrem. Tak hanya itu, sub-indeks pesanan baru juga turun menjadi 50,9, dari 51,5 yang mencerminkan permintaan melambat.

"Sinyal yang paling mengkhawatirkan adalah indeks pesanan ekspor baru, yang berada di level terendah sejak Juli tahun lalu," kata Zhiwei Zhang, kepala ekonom Pinpoint Asset Management, dikutip dari Reuters, Minggu (1/8).

Peningkatan Biaya

Ditambah lagi, sub-indeks untuk pesanan ekspor baru telah turun selama tiga bulan berturut-turut mulai Mei. Itu berdiri di 47,7 pada bulan Juli lalu. Sub-indeks untuk biaya bahan baku berada di 62,9 di bulan Juli, dibandingkan bulan sebelumnya yakni 61,2 karena peningkatan biaya. Harga bahan baku yang tinggi telah menggerogoti profitabilitas industri dan menghalangi beberapa eksportir Tiongkok untuk menerima pesanan.

Pihak berwenang berkeinginan untuk mencegah kenaikan harga berdampak kepada konsumen. Sayangnya, permintaan pasar juga sedang lemah sehingga menekan perekonomian.

Dipukul oleh cuaca ekstrem, indeks konstruksi turun menjadi 57,5 dari 60,1 pada Juni. Analis kemudian memperkirakan sektor ini akan menghadapi tantangan di tengah tindakan keras Beijing terhadap pasar properti.

Untuk mendukung ekonomi yang melambat, Bank Sentral China (PBOC) pada pertengahan Juli mengejutkan pasar dengan menurunkan rasio persyaratan cadangan (RRR) untuk bank, melepaskan sekitar satu triliun yuan atau setara 154 miliar dollar Amerika Serikat (AS) dalam likuiditas jangka panjang.

Perekonomian Tiongkok sebagian besar telah pulih dari gangguan yang disebabkan oleh pandemi, dengan sektor konsumsi dan jasa secara bertahap mengejar peningkatan ekspor dan manufaktur.

Namun, produsen bergulat dengan tantangan baru, termasuk harga bahan baku yang lebih tinggi, melonjaknya biaya logistik dan kemacetan rantai pasokan global. Kemudian, laju pertumbuhan produk domestik bruto diperkirakan akan moderat.

Negara ini juga berlomba untuk menahan wabah varian Delta yang lebih menular di kota timur Nanjing. Pendekatan tanpa toleransi Tiongkok dapat menghadirkan risiko penurunan yang signifikan terhadap pemulihan ekonomi saat ini.

Baca Juga: