Sejauh ini angka partisipasi kasar di dunia pendidikan baru sampai pada 35,36 persen. Hal itu berarti masih ada anak yang belum mampu mengakses pendidikan SD, SMP, dan SMA. Atas kondisi itu, akses pendidikan harus lebih terbuka, luas, dan mudah.

Pembangunan SDM sebagai program prioritas pemerintah selama lima tahun terakhir ini. Pendidikan sebagai salah satu sektor penentu kualitas SDM juga mengalami perubahan-perubahan kebijakan. Beberapa di antaranya yaitu penggantian Ujian Nasional (UN) menjadi Asesmen Nasional (AN) serta perubahan kurikulum nasional dari Kurikulum 2013 menjadi Kurikulum Merdeka.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) juga mengeluarkan Merdeka Belajar sebagai payung besar dari berbagai kebijakan dan program peningkatan kualitas dan akses pendidikan, kebudayaan, serta riset di perguruan tinggi. Sebanyak 26 episode Merdeka Belajar telah diluncurkan.

Perlu diakui, berbagai inovasi tersebut memiliki dampak positif. Meski begitu, isu-isu seputar pendidikan masih muncul ke permukaan seperti adanya kasus perundungan serta penggunaan anggaran pendidikan ke depan, mengingat ada program-program pemerintahan selanjutnya yang mulai dibahas.

Untuk mengetahui terkait program-program pemerintah di bidang pendidikan, wartawan Koran Jakarta, Muhamad Ma'rup, mewawancarai Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Ir. Suharti, M.A., Ph.D dalam berbagai kesempatan. Berikut petikan wawancaranya.

Kemendikbudristek mengajukan tambahan anggaran tahun 2025, kemudian terealisasi. Bisa Ibu jelaskan alasan pengajuan tambahan anggaran tersebut?

Secara nominal, terjadi peningkatan Anggaran Pendidikan yang dihitung sebesar 20 persen Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), dari semula 665,02 triliun rupiah pada tahun 2024 menjadi 722,61 triliun rupiah pada RAPBN 2025. Namun, anggaran Kemendikbudristek pada TA 2025 menurun secara proporsi dan besaran jika dibandingkan DIPA TA 2025. Yang semula 98,9 triliun rupiah menjadi 83,2 triliun rupiah.

Terjadi peningkatan pada seluruh komponen anggaran pendidikan, kecuali pagu Kemendikbudristek. Kondisi ini akan berdampak pada tidak terbiayainya program wajib dan prioritas Kemendikbudistek.

Setelah itu, Kemendikbudristek tambahan anggaran 10,14 triliun. Dengan demikian, total anggaran menjadi sebesar 93,60 triliun rupiah.

Tambahan anggaran tersebut lebih sedikit dari permintaan yaitu sebesar 20 triliun. Meski demikian, tambahan anggaran tersebut signifikan dan dapat mendukung pembiayaan program wajib dan prioritas Kemendikbudristek.

Untuk tambahan anggaran tersebut peruntukannya untuk apa saja?

Tambahan anggaran tersebut akan digunakan untuk peningkatan peningkatan kesejahteraan guru dan dosen yang sudah menjadi isu yang bertahun-tahun. Masih ada guru dan dosen yang belum menerima tunjangan sertifikasi. Hal tersebut menjadi salah satu komponen terbesar di dalam penambahan anggaran.

Penambahan anggaran untuk memberi perhatian lebih pada perguruan tinggi swasta (PTS) untuk meningkatkan kualitas, sebab masih banyak PTS tertinggal. Tambahan anggaran juga untuk memberi dukungan kepada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) non Pusat Keunggulan. SMK tersebut kualitasnya masih rendah sehingga tidak bisa mendapat dukungan program SMK PK.

Dalam tambahan anggaran 10,4 triliun rupiah itu belum termasuk anggaran Program Indonesia Pintar (PIP). Anggaran PIP masih bisa diupayakan pada pemerintahan selanjutnya.

Sejauh mana pemanfaatan anggaran ini dalam meningkatkan akses pendidikan?

Anggaran jadi penyebab sekolah gratis belum terlaksana. Satuan biaya untuk untuk operasional sekolah saja masih sangat kurang sehingga ketika kita dituntut untuk menggratiskan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) belum memungkinkan.

Pemerintah memang telah menanggung gaji guru di sekolah negeri. Hal tersebut belum bisa untuk sekolah swasta karena anggaran belum memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Untuk SD, pemerintah baru memenuhi sekitar 40 sampai 80 persen gaji guru. 80 persen itu sekitar untuk yang (sekolah) negeri. Kalau swasta rata-rata hanya sekitar 40-an persen saja, sedangkan SMP sekitar 28 sampai 63 persen dan SMA sekitar 30 sampai 68 persen.

Dari sisi akses pendidikan, angka partisipasi kasar di dunia pendidikan baru sampai pada 35,36 persen. Artinya, masih ada anak yang belum mampu mengakses pendidikan SD, SMP, dan SMA.

Efek dari ini semuanya, rata-rata lulusan sekolah kita per hari ini masih lulusan SMP belum bisa beranjak, dan ini sudah hampir 15 sampai 20 tahun lulusan rata-rata nasional kita masih SMP.

Dengan kondisi tersebut, apa saja yang telah dilakukan untuk meningkatkan akses pendidikan?

Kita fokusnya memang di dalam lima tahun terakhir peningkatan kualitas, namun tidak berarti mengesampingkan akses utamanya terkait dengan anak-anak yang tidak sekolah.

Selama masa pandemi Covid-19, kualitas pendidikan memang berdampak signifikan. Masih ada beberapa daerah yang belum mampu menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara optimal sehingga yang terjadi memang ada learning loss, tetapi bisa kita tahan sedemikian rupa tidak separah malah negara-negara lain.

Terkait akses untuk tingkat sekolah pemerintah memiliki program Kartu Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah untuk pendidikan tinggi. Untuk PIP, kita berhasil meningkatkan nominal bantuan untuk siswa.

Program tersebut juga membuka akses masyarakat miskin untuk mengenyam pendidikan, bahkan hingga tingkat pendidikan tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kelompok mahasiswa dari keluarga tidak mampu saat ini sekitar 17 persen.

Untuk KIP Kuliah tidak hanya membantu biaya uang harian dan buku, tetapi juga membayar uang kuliah. Hal ini membuat mahasiswa dari kelompok tidak mampu lebih berani melanjutkan studi ke pendidikan tinggi karena sudah terjamin.

Kalau dulu kan sama semua, mau di Jakarta mau di Sulawesi mau di Papua sama. Sekarang kita sesuaikan. Jadi, tingkat kemahalannya disesuaikan dan juga program studi dipertimbangkan yang program studi yang membutuhkan biaya besar seperti kedokteran, teknik, tentunya lebih tinggi dari humaniora.

Bagaimana dengan intervensi di daerah 3T?

Di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terpencil), Kemendikburistek juga melakukan berbagai upaya afirmasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Upaya ini mencakup penguatan kapasitas guru melalui upskilling dan reskilling, program Pendidikan Profesi Guru (PPG), serta memberikan kesempatan pendidikan tinggi bagi anak-anak berprestasi.

Di sisi lain, intervensi dilakukan melalui Asesmen Nasional untuk menilai dan membantu sekolah yang membutuhkan perhatian khusus. Program seperti Kampus Mengajar tidak hanya membantu guru di daerah 3T, tetapi juga menginspirasi siswa melalui kehadiran mahasiswa.

Selain itu, sebagai bentuk upaya percepatan pemerataan pendidikan, Kemendikbudristek juga telah menyesuaikan satuan biaya Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP). Satuan biaya antara daerah perkotaan dengan daerah tertinggal, terdepan, dan terluar atau 3T, berbeda dengan yang ada di Jakarta atau di Surabaya. Tidak lagi sama rata untuk seluruh wilayah Indonesia.

Saat ini masih ada anggapan umum terkait masih banyak lulusan SMK yang menjadi pengangguran. Bagaimana tanggapan Ibu?

Penting mencermati data untuk bisa memahami kondisi yang ada. Berdasarkan data BPS dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), memperlihatkan semakin banyak lulusan SMK yang bekerja dalam satu tahun setelah kelulusan.

Data tersebut menunjukkan kenaikan dari 32,1 persen pada tahun 2021 menjadi 38,4 persen pada tahun 2023. Kenaikan kebekerjaan setelah satu tahun kelulusan juga dialami oleh lulusan diploma dari kampus vokasi yang menunjukkan angka 50,2 persen pada tahun 2021, naik menjadi 58,6 persen pada tahun 2023.

Dari kebekerjaan tersebut, tampak bahwa ada hasil positif yang signifikan dari intervensi kita pada pendidikan vokasi. Ke depannya, Kemendikbudristek ingin tetap melakukan banyak hal untuk memastikan para lulusan SMK maupun Politeknik sesuai dengan kebutuhan industri dan juga mendorong mereka agar menjadi entrepreneur yang mampu membuka lapangan pekerjaan.

Untuk link and match serta kolaborasi dengan industri dan pihak lain seperti apa?

Untuk memperkuat link and match, Kemendikbudristek terus memberikan dukungan dan keleluasan kepada sekolah dan perguruan tinggi dalam mengembangkan kurikulum agar terus relevan, termasuk bersama industri. Pembukaan atau penutupan program studi atau program keahlian yang sudah jenuh dapat menyesuaikan kebutuhan di lapangan.

Penting juga memperkuat kerja sama dengan pemerintah daerah, khususnya pemerintah provinsi yang memiliki kewenangan pengelolaan SMK, Kementerian Perindustrian, Kementerian Ketenagakerjaan, konsorsium, dan lembaga lainnya.

Link and match dilakukan dari hulu ke hilir secara bersamaan. Bahkan, kami juga mengundang guru-guru tamu dari industri untuk mengajar di sekolah dan perguruan tinggi untuk memberikan pengetahuan serta pengalamannya kepada peserta didik.

Sejauh mana dampak-dampak program baru, seperti Kurikulum Merdeka, dalam proses peningkatan kualitas pembelajaran?

Selama tiga tahun implementasinya, Kurikulum Merdeka menunjukkan hasil positif. Sekolah-sekolah yang telah menerapkan kurikulum ini selama tiga tahun menunjukkan peningkatan signifikan dalam literasi dan numerasi dibandingkan dengan sekolah yang baru menerapkannya. Sekolah-sekolah yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka selama tiga tahun, literasi dan numerasi lebih unggul dibanding yang baru menerapkan dua tahun apalagi satu tahun.

Dampak positif dari Merdeka Belajar kini mulai terlihat dengan penerapan Kurikulum Merdeka. Sekolah-sekolah yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka dalam tiga tahun terakhir terbukti jauh lebih baik hasil capaian literasi dan numerasinya dibandingkan dengan sekolah yang baru satu atau dua tahun dan sekolah yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka.

Beberapa waktu lalu terjadi kasus perundungan di Universitas Diponegoro (Undip) yang berujung pada wafatnya korban. Bagaimana Kemendikbudristek merespons hal tersebut?

Kami tengah menyiapkan pedoman terkait pelaksanaan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

Pedoman ini diharapkan untuk menghindari kejadian perundungan serupa di Kampus Universitas Diponegoro (Undip). Pedoman ini dirancang dengan sejumlah kementerian dan lembaga, utamanya Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Mudahmudahan dengan berbagai yang kita lakukan ini, pencegahan bisa kita lakukan.

Peraturan sebelumnya berarti akan direvisi?

Kami sedang mempersiapkan peraturan menteri (permen) untuk mencegah kekerasan di satuan pendidikan tinggi. Permendikbudristek yang bakal diterbitkan tidak lagi sekadar fokus pada kekerasan seksual, melainkan pada tiga jenis kekerasan.

Permendikbudristek ini diharapkan dapat menjadi landasan dan pijakan bagi perguruan tinggi, termasuk di dalamnya kampus didorong membentuk satgas. Satgas itu harus bekerja ketika mendapatkan aduan. Tidak hanya mendapatkan aduan, mereka juga harus proaktif menemukan, mengenali ketika ada isu indikasi kekerasan di lapangan.

Apa harapan Ibu untuk pendidikan ke depan mengingat tahun ini sudah mulai pemerintahan baru juga?

Pendidikan harus memberikan manfaat maksimal. Yang dapat kita lakukan adalah memastikan anak-anak yang sekarang selain mengikuti pembelajaran juga harus dipastikan sekolahnya berkualitas. Pendidikan ke depan harus membuka akses yang lebih luas dan mudah kepada para siswa, khususnya agar siswa dapat belajar ke jenjang yang lebih tinggi.

Adanya keberlanjutan program Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka melalui Kurikulum Merdeka. Selain itu juga terus dilakukan penguatan peningkatan kualitas guru, kemudian juga penguatan siswanya. Harapannya, lulusan menjadi betul-betul berkualitas dan bisa mengisi lapangan kerja, bahkan membuka lapangan kerja.

Baca Juga: