Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur baru saja melaksanakan proses pemilihan rektor untuk masa bakti 2018- 2022. Pada rapat senat tertutup pemilihan 19 Oktober 2018, Wakil Rektor II, Prof Dr Ir Akhmad Fauzi MMT terpilih menjadi rektor menggantikan Prof Dr Ir Teguh Soedarto MP.

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir telah melantik dan mengambil sumpah jabatan Akhmad Fauzi. Pelantikan Akhmad dilakukan bersama sembilan pimpinan PTN lain, di Kemenristekdikti, Jakarta, Jumat (26/10).

Untuk mengetahui apa saja yang akan dilakukan jajaran UPN Veteran Jawa Timur ke depan, wartawan Koran Jakarta, Selocahyo berkesempatan mewawancarai Rektor UPN Veteran Jawa Timur, Akhmad Fauzi, di ruang kerjanya, Gedung Rektorat UPN Veteran Jatim, Surabaya, baru-baru ini. Berikut petikan selengkapnya.

Apa prioritas program kerja Anda sebagai rektor?

Kami akan melanjutkan dasardasar yang ada. Tri dharma sudah memperoleh hasil bagus, akreditasi sudah A, bidang riset kami sudah mandiri, bidang pengabdian masyarakat unggul. Semua itu kami pertahankan. Untuk masalah akreditasi akan kami tingkatkan.

Akreditasi prodi yang masih 48 persen A akan kami tingkatkan sampai akhir masa jabatan 80 persen. Mengapa 80 persen karena kami akan membuka beberapa prodi baru, tidak bisa langsung A. Kami harus menyongsong era revolusi industri 4.0. Dalam era digital ini kami menyiapkan kurikulum berbasis digital. Tidak kalah pentingnya, SDM harus terus didorong. Guru besar sekarang masih sekitar 3 persen harus ditingkatkan menjadi 10 persen.

Prodi baru apa saja?

Yang kami dorong adalah pasca sarjana karena sudah siap dan berakreditasi A, untuk membuka S2. Untuk manajemen yang sudah S2 akan didorong untuk membuka S3. Selain itu akan dibuka S1 perminyakan, pertambangan, dan geologi.

Bisa dijelaskan soal keunggulan riset?

Kami punya keunggulan riset yang luar biasa di bidang teknologi tepat guna, cukup banyak. Kami sudah punya 80 paten. Kami buat sejumlah riset grup, yang targetnya adalah jurnal dan HAKI. Arahnya ke sana. Hasil riset kami sudah diimplementasikan ke 102 kabupaten daerah tertinggal. Aneka riset grup ini membuat kami memperoleh keunggulan penelitian mandiri.

Bagaimana dengan banyaknya hasil riset yang terhenti begitu saja, tanpa ada kelanjutan dibuat menjadi produk massal?

Di riset ada Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT). Ada TKT 1 - 9. TKT 1 - 3 itu masih dasar, 4 - 6 menengah, dan 7 - 9 ini sudah bisa implementatif. Di UPN, arahnya sudah TKT 4 ke atas. Sedang kami dorong ke TKT 7 - 9. Ini kami lakukan supaya tidak ada death valley, tentunya ada jembatan di TKT, terutama pada TKT 7 - 9 yang telah siap diproduksi massal. Meskipun harus diuji lagi oleh industri.

Di UPN yang sudah TKT 7 - 9 cukup banyak. Contoh kongkret, riset tentang kelapa kopyor, alat pembuat bakso, alat pembuat air minum kemasan, garam, kopi hijau. Beberapa sudah jalan, bekerja sama dengan pihak lain.

Apa yang diharapkan dari pemerintah agar hasil riset perguruan tinggi lebih dilirik swasta?

Perlu ada clustering terhadap afirmasi masing-masing wilayah. Masing-masing wilayah pasti ada produk yang diunggulkan. Produk unggulan akan menjadi daya ungkit dan daya dorong ekonomi karena dengan adanya clustering, bahan baku dari daerah itu tidak terlalu mahal. Lalu di-publish masingmasing produk unggulan daerah, sehingga risetnya akan mengarah ke sana. Dengan dukungan hulu sampai hilir, output-nya jelas.

Rencana peningkatan SDM?

Untuk menyiapkan lulusan di era 4.0, dari sisi dosen dan tenaga pendidik harus disiapkan. Dosen kalau bisa minimal S3. Lalu ada kurikulum digital, jadi SDM harus paham soal IT. Semua sudah paham, tinggal ke depan penyiapan konten-kontennya agar transfer knowledge lebih lancar. SDM harus kompeten, kolaboratif, dan kreatif.

Salah satu ciri pada era revolusi industri 4.0 adalah kolaborasi. Kami sejak awal sudah ada outbond bela negara. Bentuknya kolaborasi semua jurusan, lalu pada mata kuliah umum dasar mereka juga bertemu. Dengan adanya komunikasi sejak awal, harapannya bila telah lulus ingat punya teman di jurusan lain, memudahkan sinergi. Lalu harus kreatif.

Bagaimana dengan rencana penerapan kurikulum digital?

Kami sudah mulai beberapa workshop di beberapa prodi. Konsepnya, kalau ada 16 pertemuan, maka paling tidak ada dua pertemuan yang menggunakan full e-learning. Jadi sepenuhnya dua pertemuan itu tanpa tatap muka.

Relevansi julukan Kampus Bela Negara dengan era sekarang?

Sebetulnya istilah itu harus kami bumikan. Kesannya tidak membumi. Padahal cinta Tanah Air ini artinya luas. Yakin Pancasila sebagai ideologi negara, sejak awal masuk ada outbond bela negara, nanti sebelum KKN dan akan lulus juga ada outbond bela negara lagi, seminar bela negara, baris berbaris, dan lain-lain.

Kaitannya gotong royong sudah mulai luntur, menghormati yang lebih tua. Dalam pembelajarannya diajarkan semua. Tidak ada alumni UPN yang tidak hapal Pancasila, Pembukaan UUD, Proklamasi, dan Sumpah Pemuda. Ini menumbuhkan nilai-nilai disiplin, network, sehingga membentuk karakter lulusan yang berkualitas, dalam bermasyarakat nanti.

Bagaimana dengan kesiapan kita menghadapi revolusi indusri 4.0?

Memang perlu disosialisasikan. Kadang-kadang muncul pertanyaan mengapa kita harus ikut-ikut revolusi indusri 4.0 yang asalnya dari luar. Ini adalah pengaruh global yang eranya sedemikian rupa, tidak bisa kita hindari. Ini merupakan keniscayaan.

Perlu disosialisasikan mulai dari tataran paling bawah. Terkadang mereka sudah mulai masuk era ini, tapi tidak menyadari. Bagaimana anak-anak sekarang terhubung dengan banyak hal lewat kontenkonten dari ponsel mereka. Kita harus menyiapkan tidak hanya dengan konten mendidik, yang membuat cinta pada negara dan menambah wawasan serta membentuk karakter.

Bagaimana kesiapan kita menyambut era ini?

Dalam menuju era industri ini, tidak hanya pabrik saja, ada yang bentuknya hard maupun soft. Era 4.0 arahnya justru ke soft. Artinya suatu saat, produk-produk itu dihasilkan dengan lebih efesien, bisa jadi tidak massal. Berhubungan dengan flexibility managament yang sekarang sedang banyak dikembangkan oleh perguruan tinggi. Jadi ke depan akan sangat efeisen.

Namun, kita harus tetap berpikir bahwa cadangan energi fosil semakin berkurang, harus mulai ditinggalkan. Masih banyak yang bisa dikembangkan, mulai angin, gelombang, surya, dan lain-lain. Ada penawaran riset bersama pengembangan energi surya dengan Korea Selatan. Seiring perkembangan IT, lama kelamaan energi fosil akan ditinggalkan.

Perlukah energi baru terbarukan dipacu?

Betul, perlu dipacu. Kita harus memacu riset-riset yang arahnya ke sana.

Bagaimana dengan kesiapan infrastruktur internet kita menyambut era 4.0?

Memang masih mahal biayanya. Menurut saya harus ada regulasi dari pemerintah bagaimana memberi fasilitas dari pemerintah agar price-nya bisa lebih murah. Kalau lebih murah, komunikasi akan berjalan lebih efektif dan efisien karena bisa sampai di daerah-daerah, pembangunan akan lebih cepat.

Akankah pemanfaatan teknologi otomatisasi dan kecerdasan buatan dapat mengancam pasar tenaga kerja?

Sebetulnya dari sisi Indonesia, mulai 2030 sampai 2045 kita akan menikmati bonus demografi generasi milenial. Ini akan menjadi peluang yang cukup besar untuk era 4.0. Kalau bisa kita kelola dengan baik jumlah angkatan kerja yang cukup besar ini, akan memberi dampak luar biasa pada perekonomian Indonesia.

Bila pada usia produktif ini punya kemampuan IT yang baik, mereka bisa bekerja 24 jam. Pada pagi hari membuat produk-produk IT, lalu berkolaborasi dengan yang di AS, yang di sana sedang malam hari, lalu dilanjutkan dikirim lagi ke sini. Maka generasi milenial ini harus kita siapkan, mulai big datanya, sisi kemampuan, dan lain-lain. Kalau tidak, kita akan ketinggalan.

Kurikulum harus digital, tidak bisa ditawar lagi. Kuncinya disiapkan pelakunya, justru akan jadi peluang, bukan ancaman. Dalam forum rektor sebelumnya sudah saya sampaikan ajakan untuk berkolaborasi. Sekarang sudah tidak ada perguruan tinggi yang besar atau kecil, hanya siapa yang inovatif dan tidak. Kedua, mau tidak berkolaborasi, Kalau tidakm akan tertinggal.

Sebagai negara agraris, apa yang dilakukan agar memiliki agroindustri bernilai tambah?

Betul, perlu diubah mindset kalangan muda yang sedang menuntut ilmu sekarang ini. Mereka harus dibekali kompetensi, kreativitas, dan lain-lain. Kalau mereka sudah memilikinya, hanya dengan tanah yang tidak luas, lewat inovasi akan dapat menghasilkan volume produksi yang besar. Dengan kreativitas, kita dorong agar model-model agribisnis yang lama bisa lebih menarik dan menghasilkan. Ke depan arahnya harus ke sana.

Bagaimana impor pangan yang dianggap mengancam pertanian kita?

Impor itu harus tetap melihat kondisi di lapangan. Antara produk yang dihasilkan dan kebutuhan, harus ada data yang bagus. Sehingga impor bisa tetap terkendali. Ini penting, jadi harus berbasis data. Kecuali dalam kondisi khusus seperti force major, misalnya ada puso, bencana, hama, dan lainnya. Tetapi sebetulnya kita ini sudah mulai rindu dengan model-model pertanian lama. Contohnya dulu ada 'klompencapir', itu bisa dikembangkan. Karena ada komunikasi antara pemerintah dan petani.

Hasil komunikasi bisa dikembangkan untuk meningkatkan produksi. Akan positif bila dilaksanakan lagi. Karena banyak lulusan sarjana pertanian yang belum siap. Sudah mulai disiapkan oleh akademisi, kampus untuk bisa menyiapkan SDM dengan baik. Saya sepakat dengan Presiden Joko Widodo mengapa kita tidak membuat jurusan yang menghasilkan produk spesifik.

Perlukah dibentuk Badan Pangan sesuai Inpres, yang berwenang mengeluarkan data valid?

Menurut saya teknologi single sign on (SSO) untuk pertanian atau industri tetap penting. Karena dari situlah kita dapat melayani masyarakat dengan lebih pasti. Mulai dari tingkat pusat sampai bawah. Jadi kebijakan-kebijakan yang dibuat harus berbasis pada data yang bagus.

Harapan agar PT menghasilkan lulusan siap kerja?

Kita harus memikirkan kolaborasi antara industri dan pendidikan. Dulu ada link and match, tapi berjalan kurang bagus maka perlu didorong lagi. Lewat riset kita dorong kolaborasi ini. Dengan riset yang baik, industri bisa bergabung. Sekarag masih terpotong, meski TKT sudah di atas 7, bila digandeng dengan perusahaan tidak bisa langsung jalan karena harus diriset lagi oleh perusahaan itu.

Mengapa riset perusahaan dan perguruan tinggi ini tidak digabung saja, agar bisa langsung running well? Jadi masih perlu komunikasi antara kedua pihak, agar efesiensi ekonomi bisa lebih mudah dicapai. R and D perusahaan harus masuk ke perguruan tinggi, seperti di Korea Selatan, ada bagian industri X di sebuah perguruan tinggi.

Bagaimana potensi radikalisme di kalangan mahasiswa?

Mengatasi radikalisme menjadi salah satu tugas perguruan tinggi. Kalau dibiarkan akan mengancam keutuhan negara. Untuk itu sebagai kampus bela negara sudah kita siapkan bagaimana supaya generasi muda tidak terjangkit radikalisme lewat pengenalan nilai-nilai bela negara, dari awal sampai akhir. Kami sudah mendeklarasikan anti-radikalisme dan bersih dari narkoba. Modulmodul dalam Inpres sudah lama kami jalankan.

N-3

Baca Juga: