JAKARTA - Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) berharap Pemerintah dapat mendorong perkembangan financial technology (fintech) syariah karena memiliki potensi pasar yang besar untuk tumbuh. Menurut survei literasi keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), saat ini sekitar 40 persen masyarakat Indonesia belum mempunyai akses langsung ke sektor keuangan termasuk perbankan.

Sementara itu, literasi keuangan syariah pada tahun 2016 hanya 8,11 persen dengan indeks inklusinya sebesar 11,6 persen. Ketua Asosiasi Fintech Syariah Indonesia, Ronald Wijaya, mengatakan kendala syariah di lending harusnya bisa didorong lebih cepat, tetapi sayangnya sebagai fintech syariah ada beberapa hal yang mengganjal.

"Kita punya beberapa ketentuan padahal banyak sekali yang ingin menjadi fintech syariah tapi begitu dengar ada Dewan Pengawas Syariah (DPS) mereka langsung terpikir biaya. Harusnya ini bisa difasilitasi Pemerintah untuk mendorongnya, sebab fintech syariah itu kebanyakan startup pemula dengan modal yang masih terbatas," ungkapnya di Jakarta, Rabu (13/2).

Selain itu, proses pendaftaran perizinan ke OJK memakan waktu cukup lama, dibandingkan pengajuan perizinan fintech konvensioal. Ditambah lagi dengan pengetahuan masyarakat mengenai fintech yang masih terbatas, apalagi terkait fintech syariah. "Pada saat akan mendaftar di OJK, saja harus masuk terlebih dahulu ke dalam Institusi Keuangan Non Bank (IKNB) syariah," imbuh dia.

yni/AR-2

Baca Juga: