TBILISI - Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) mendorong negara-negara berkembang anggotanya untuk memanfaatkan kecerdasan artifisial atau artificial intelligence (AI) guna mendukung pertumbuhan inklusif.

"Saya beralih ke prioritas lain untuk masa depan, yakni perlunya memanfaatkan teknologi digital dan memastikan penggunaannya secara hati-hati dan adil," kata Presiden ADB, Masatsugu Asakawa, dalam acara pembukaan Pertemuan Tahunan Ke-57 ADB di Concert Hall, Tbilisi, Georgia, Sabtu (5/5).

Seperti dikutip dari Antara, Masatsugu menuturkan kecerdasan artifisial menawarkan potensi luar biasa untuk mendorong pertumbuhan dan membantu mengatasi tantangan pembangunan di bidang kesehatan, pertanian, dan perubahan iklim.

Menurut dia, negara-negara berkembang akan ketinggalan jika tidak mampu mengadopsi teknologi kecerdasan artifisial. Namun, terdapat risiko dari penggunaan AI yang harus diantisipasi, seperti bias dan kurangnya transparansi. Oleh karena itu, pemanfaatan kecerdasan artifisial harus dapat dijamin untuk digunakan secara hati-hati dan adil.

ADB berupaya untuk memperkuat kapasitas negara-negara berkembang anggotanya untuk menerapkan solusi kecerdasan artifisial yang bertanggung jawab dan mengikuti kerangka etika dan mendorong pertumbuhan inklusif.

"Kami percaya bahwa menjembatani kesenjangan digital dan membuka peluang dari kecerdasan artifisial adalah kunci menuju masa depan yang lebih sejahtera," ujarnya.

Jembatan Masa Depan

Pertemuan Tahunan Ke-57 ADB mengangkat tema Jembatan Menuju Masa Depan (Bridge to the Future), mengakui lokasi Georgia sebagai persimpangan antara Timur dan Barat. Hal itu mencerminkan hubungan antara Asia dan Eropa, yang menyoroti hubungan fisik, keuangan, dan ekonomi saat ini dan di masa depan.

Melalui pertemuan itu, ADB mengajak negara-negara anggota di kawasan Asia dan Pasifik dan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan upaya mengatasi krisis iklim, menuntaskan kemiskinan dan mendukung pembangunan sosio-ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Pertemuan tersebut juga mendorong pembangunan inklusif dan hijau di kawasan Asia dan Pasifik.

Sementara itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut Indonesia memiliki sumber daya manusia (SDM) yang hebat untuk mengembangkan kecerdasan buatan. Dewan Pengarah BRIN, Prof Marsudi Wahyu Kisworo, optimistis dengan kemampuan SDM di dalam negeri untuk kembangkan AI.

"Yang jadi masalah infrastruktur pendukungnya ini yang kurang menurut saya. Misalnya, pemerintah memberikan insentif, infrastruktur teknologi digital internet dan sebagainya. Kalau orangnya sih mampu," katanya.

Bahkan, SDM hebat asal Indonesia banyak yang bekerja di luar negeri. "Misalnya, kemarin salah satu penemu vaksin Covid-19 kan orang Indonesia, tapi kerja di luar negeri. Indonesia tidak memberikan lingkungan yang menarik bagi orang-orang seperti itu," katanya.

Menurut dia, untuk pengembangan teknologi tidak membutuhkan kawasan yang besar, namun yang lebih penting adalah infrastruktur. "Seperti listrik, jaringan internet, pembiayaan, dan pengurusan HKI (hak kekayaan intelektual). Mereka nantinya menghasilkan karya yang harus didukung HKI-nya," katanya.

Terkait dengan tempat untuk pengembangan teknologi, katanya, saat ini BRIN sedang berupaya memberikan wadah.

Baca Juga: