JAKARTA - Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) berharap tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa lebih ditingkatkan. Perlunya meningkatkan pengelolaan itu karena selama ini tata kelola BUMN kadang mengalami fragmentasi karena banyak pihak yang memberi pengawasan yang bertentangan.

Senior Public Management Specialist ADB, Yurendra Basnett, dalam "Virtual Webinar Indonesia Development Talk" yang dipantau di Jakarta, Selasa (21/2), mengatakan perusahaan BUMN tidak hanya dikelola oleh Kementerian BUMN, tetapi beberapa kementerian, seperti Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan kementerian terkait lainnya turut mengawasi atau bertanggung jawab untuk perusahaan pelat merah tersebut.

"Beberapa kementerian ini terkadang memiliki tujuan yang berbeda untuk sebuah BUMN sehingga mengakibatkan fragmentasi tata kelola BUMN dengan banyak aktor yang sering kali memberikan pengawasan yang bertentangan," papar Yurendra.

Untuk meningkatkan tata kelola itu, Yurendra menyampaikan tiga hal yang bisa dilakukan. Pertama, menyelaraskan standar tata kelola BUMN dengan praktik terbaik agar lebih fokus. BUMN juga harus diperkuat oleh sumber daya yang punya keterampilan dan kompetensi andal untuk memimpin perusahaan.

Langkah kedua, kata Yurendra, melalui adopsi pendekatan yang berbeda untuk mengelola BUMN komersial dan BUMN yang menyediakan layanan publik yang kritis. Sebab, beberapa BUMN tidak berorientasi kepada keuntungan atau bahkan terdapat BUMN yang harus menanggung beban keuangan lebih besar karena beberapa tujuan sosial.

"Pengelolaan kedua jenis BUMN tersebut harus berbeda dan direncanakan dengan baik," katanya.

Langkah ketiga, lanjutnya, yakni memperbarui Undang- Undang (UU) BUMN untuk memastikan bahwa kerangka regulasi BUMN secara keseluruhan lebih efektif.

"Saya tahu Kementerian BUMN terus bekerja untuk mengimplementasikan reformasi dari peta jalan atau roadmap, tetapi mungkin ada baiknya juga meninjau kembali UU BUMN," tuturnya.

Tinjauan tersebut agar BUMN dapat diperkuat lebih lanjut dan melembagakan reformasi yang sedang dilaksanakan pemerintah.

Pengamat ekonomi dari Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B. Suhartoko, mengatakan keberadaan BUMN selain memiliki fungsi sosial dengan misi tertentu yang menimbulkan konsekuensi biaya, juga mempunyai fungsi keuangan sebagai penyumbang penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

"Makanya, sering kali terjadi benturan kepentingan antarkementerian dalam pengelolaan BUMN," kata Suhartoko.

Untuk menghindari benturan itu, perlu mereformulasi visi misi BUMN dengan menetapkan rambu-rambu tertentu, baik secara sosial maupun keuangan agar tidak melenceng dari visi dan misinya.

Isinya Pejabat Pensiunan

Pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Wasiaturrahma, mengatakan agar kontribusi BUMN lebih optimal maka harus dikelola secara profesional.

"Pada umumnya tata kelola BUMN selama ini sangat buruk karena isinya kebanyakan pejabat-pejabat pensiunan yang tidak ahli investasi sehingga banyak yang merugi. Ke depan harus dikelola profesional oleh ahli investasi, bukan pensiunan pejabat yang menghabiskan modal buat gaji mereka," pungkasnya.

Baca Juga: