JAKARTA - Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) Dr M Najih Arromadloni MAg meminta pemerintah mengambil tindakan lebih tegas terhadap Yayasan ACT (Aksi Cepat Tanggap) yang dinilai telah melakukan pelanggaran hukum.
"Sehingga tidak sekadar mencabut izin penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang diberikan kepada ACT sesuai Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022. Tapi harus juga ditemukan pelanggaran hukum pidana yang dilakukan oleh ACT," tegas Najih di Jakarta, Senin (25/7/2022).
Karena, menurut Najih, apa yang dilakukan ACT sejak awal berdiri hingga akhirnya dipersoalkan oleh publik, sudah banyak melakukan manipulasi, kebohongan dan sudah tentu merugikan sebagian besar masyarakat.
"Untuk itu, pemerintah, dalam hal ini aparat penegak hukum harus berani mengambil tindakan tegas sesuai dengan koridor hukum yang berlaku," ujar Najih.
Najih menjelaskan, terkait bentuk kerjasama yang telah dilakukan ACT dengan sejumlah lembaga negara, salah satunya seperti Radio Republik Indonesia (RRI), perlu ditelusuri lebih mendalam, apakah dalam Perjanjian antara ACT dan RRI ada pelanggaran atau tidak. Meskipun perjanjian tersebut terjadi di masa RRI dengan Dirutnya Rohanudin.
"Harus ditelusuri lebih mendalam apakah ada sesuatu yang dilanggar terkait kerjasama ACT dan RRI. Karena kalau melihat yang sudah-sudah, segala sesuatu yang dilakukan ACT penuh dengan kebohongan dan manipulasi," jelas Najih.
Dan jangan lupa, lanjut Najih, harus ditelusuri juga, saat kerjasama itu, siapa yang mengatasnamakan RRI karena kemungkinan frekwensinya sama dengan ACT, yaitu manipulatif dan penuh kebohongan," ungkap Najih.
Selain sisi manipulatif, menurut Najih, ACT juga terindikasi bagian dari gerakan terorisme dan radikalisme. Bukti terkait itu bisa ditelusuri, salah satunya di media sosial.
"Maka, jika RRI melakukan kerjasama dengan ACT, kemungkinan besar ada kader kelompok ACT yang bekerja di RRI. Karena bukan rahasia umum juga kalau ACT memiliki keterkaitan dengan salah satu partai politik. Maka harus ada gerakan bersih-bersih," pungkas Najih.