Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD buka suara soal kritik terhadap dirinya yang disebut ikut campur usai bersuara terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Lukas Enembe.

Mahfud menilai komentarnya merupakan hal yang wajar mengingat posisinya sebagai Menko Polhukam yang berkaitan seputar isu politik, keamanan dan hukum, termasuk korupsi.

"Memangnya mengapa? Karena saya ngurusi politik, hukum, dan keamanan. Dulu yang mengumumkan 10 korupsi besar di Papua tanggal 19 Mei 2020 juga saya," kata Mahfud kepada wartawan, pada Senin (19/9).

Tak hanya kasus korupsi yang menjerat Gubernur Papua, Mahfud pun menyebut sejumlah kasus yang diumumkannya.

"Yang Asabri, Jiwasraya, Satelit Kemhan, dan lain-lain adalah saya juga yang mengumumkan," sambungnya.

Walau begitu, Mahfud menegaskan penetapan tersangka tetap dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung.

"Yang menetapkan tersangka ya KPK dan Kejaksaan Agung. Saya yang menjelaskan untuk kasus-kasus tertentu yang reaksinya salah," ucap Mahfud.

Dalam konferensi pers, Mahfud turut mengundang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan KPK.

"Kasus LE ini saya jelaskan dengan mengundang PPATK dan KPK karena pihak LE menuduh KPK mempolitisir dan mendiskriminasi LE dengan dugaan gratifikasi Rp1 M," katanya.

"Maka kita tunjukkan bahwa ini murni soal hukum dan angka-angka dugaan korupsinya ratusan miliar. Tidak ada hubungannya dengan parpol tertentu," sambungnya.

Klarifikasi Mahfud disampaikan usai pengacara Gubernur Papua Lukas Enembe, Aloysius Renwarin mempertanyakan mengapa Mahfud MD mengurusi soal Lukas Enembe, pasalnya Aloysius menilai itu merupakan kewenangan KPK.

"Tapi kok kenapa Menko Polhukam cepat bicara soal Papua, seorang gubernur? Dia tidak bicara masalah banyak, di sini kan kewenangannya KPK, bukan Menko Polhukam begitu," kata Aloysius kepada wartawan, Senin (19/9/2022).

"Jadi kan kewenangannya bukan Menko Polhukam, ini KPK yang ngomong. Kok dia mau campur semua pekerjaan di Republik ini," sambungnya.

Dalam konferensi pers sebelumnya, Mahfud MD turut meminta meminta Gubernur Papua itu untuk memenuhi panggilan KPK terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi senilai Rp1 miliar.

Pasalnya, sampai saat ini Lukas itu masih enggan memberikan keterangan ke penyidik KPK. Padahal menurut Mahfud, penyidikan terhadap lukas dapat dihentikan apabila KPK tidak memiliki cukup bukti. Sebaliknya, apabila terbukti bersalah, Mahfud menegaskan Lukas harus mempertanggungjawabkan kesalahannya.

"Jika tidak cukup bukti, kami ini semua yang ada di sini menjamin, dilepas. Enggak ada (bukti) dihentikan itu, tetapi kalau cukup bukti harus bertanggung jawab," jelas Mahfud.

Baca Juga: