Penggerusan sudah terjadi cukup lama. Jika dibiarkan, daratan akan terkikis terus. Ribuan hektare tanah sudah hilang.

BEKASI - Pemerintah Kabupaten Bekasi mencari solusi strategis mengatasi persoalan abrasi perairan Kecamatan Muaragembong melalui pembahasan forum diskusi sistematis dan terarah yang diinisiasi badan penelitian pengembangan daerah. "Kegiatan focus group discussion merupakan tindak lanjut hasil kajian abrasi pantai Muaragembong tahun anggaran 2022," kata Asisten Daerah III Kabupaten Bekasi, Jaoharul Alam, di Cikarang, Jumat (27/1).

Dia menjelaskan abrasi merupakan bencana yang diakibatkan kondisi alam maupun aktivitas manusia. Mengutip Tiratmodjo (1999), abrasi mengancam kondisi pesisir dan dapat menyebabkan mundurnya garis pantai. Ini merusak tambak maupun lokasi persawahan serta bangunan yang berbatasan langsung dengan laut.

"Pesisir Muaragembong merupakan wilayah yang langsung berbatasan dengan Laut Jawa. Hal ini memiliki kerentanan bencana abrasi ditambah perubahan penggunaan lahan dari lahan mangrove menjadi tambak," katanya. Berdasarkan hasil pengamatan program Digital Shoreline Analysis System (DSAS) selama 1988-2022, terjadi perubahan garis pantai di 13 zona lokasi pengamatan.

Delapan zona mengalami abrasi seluas 2.463 hektare dan lima zona mengalami penambahan daratan seluas 318 hektare. "Dengan luasnya daratan pesisir Pantai Muaragembong yang hilang karena abrasi, perlu segera diambil langkah kebijakan teknik ataupun nonteknik oleh pemerintah pusat, provinsi, maupun Kabupaten Bekasi," katanya.

Sudah Lama

Kabid Ekonomi dan pembangunan pada Balitbanda Kabupaten Bekasi Indra Wahyudi mengatakan tujuan forum diskusi ini untuk membahas masalah abrasi yang terus terjadi di Muaragembong. Selain itu, juga mencari solusi penanganan permanen di wilayah paling utara Pulau Jawa itu.

"Abrasi Muaragembong sudah terjadi cukup lama. Jika dibiarkan, daratan akan terkikis terus. Sampai saat ini sudah ribuan hektare tanah terdampak abrasi," katanya. Dia mengatakan abrasi tersebut akan mengancam wilayah permukiman hingga sektor mata pencaharian warga setempat apabila terus dibiarkan. Ekosistem juga turut terancam, termasuk hutan bakau dan Lutung Jawa yang menjadi habitat asli di sana.

Pemerintah daerah mendatangkan perwakilan lintas kementerian dan lembaga di kegiatan forum diskusi ini, antara lain Kementerian PUPR, Kementerian Lingkungan Hidup, Balai Besar Wilayah Sungai, Bappenas, Pemprov Jabar, serta tim peneliti pantai. Tim peneliti Ahmad Taufik Ghazali menambahkan, kajian penanganan abrasi Muaragembong terbagi atas 13 zona.

Dari zona-zona tersebut, zona 11 dan 12 harus mendapat prioritas penanganan. Solusinya hybrid engineering. Caranya, gabungan antara vegetasi dan teknis. Tetapi yang harus ditargetkan terutama Detail Enginering Desain (DED), dan teknik sipil. Setelah itu, baru dibarengi dengan vegetasi.

Selanjutnya, di area Teluk Jakarta harus mampu mempertahankan garis pantai dengan pemanfaatan bakau. Pembangunan waduk wilayah abrasi juga menjadi salah satu opsi. Sebab untuk mengembalikan sedimen yang hilang membutuhkan waktu lama.

Sementara itu, perwakilan Bappenas, Aditya Rizki Taufani, menyarankan pemerintah daerah membentuk tim khusus. Mereka harus merumuskan rencana strategis, rencana aksi dan model pembiayaan penanganan abrasi Muaragembong. "Ke depan, perlu dibentuk manajemen Pantai Muaragembong agar memudahkan menata dan mengembangkan secara terpadu berkelanjutan," kata Peneliti Muda alumnus Kyushu University Japan itu.

Baca Juga: