» Kejadian yang berulang menandakan operasional Pertamina tidak sesuai SOP internasional.
» Pertamina setiap selesai kebakaran menyatakan akan melakukan audit investigasi, tapi hasilnya tidak pernah dibuka.
JAKARTA - Belum sebulan setelah Depo Pertamina di Plumpang Jakarta Utara terbakar pada 3 Maret 2023 lalu, kilang minyak Pertamina di Dumai kembali terbakar pada Sabtu malam (1/4) sekitar pukul 22.30 WIB. Kebakaran di Depo Plumpang sendiri tercatat merenggut 19 nyawa, lebih dari 50 orang luka-luka dan ratusan orang mengungsi. Sedangkan kebakaran di kilang Dumai hingga saat ini tercatat sembilan pekerja mengalami luka dan sejumlah bangunan warga rusak ringan akibat ledakan.
Insiden ledakan dan kebakaran di fasilitas Pertamina hampir terjadi setiap tahun dalam tiga tahun terakhir. Pada 7 September 2022, kebakaran juga terjadi di area tangki 107 Integrated Terminal Balongan, di Indramayu. Sedangkan pada akhir Maret 2021, tangki 301 di Pertamina Refinery Unit (RU) VI Balongan meledak dan terbakar.
Menanggapi kejadian tersebut, pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmi Radi, mengatakan kebakaran kilang Dumai Riau menandakan buruknya kinerja manajemen Pertamina. Padahal, belum genap sebulan insiden tragis di Depo Plumpang, Jakarta Utara.
"Manajemen abai terhadap pengamanan objek vital berisiko tinggi," tegas Fahmi pada Koran Jakarta, Minggu (2/4).
Direksi Pertamina, kata Fahmi, seharusnya ditindak tegas oleh Kementerian BUMN. Kalau perlu dicopot dan akan lebih baik lagi kalau mereka sadar diri untuk mundur. Selain abai, kejadian yang berulang ulang itu menandakan operasional di BUMN minyak dan gas (migas) itu tidak sesuai standar operasional prosedur (SOP) secara internasional.
Kalau sesuai standar internasional, tidak mungkin kejadiannya berulang seperti saat ini. Sekalipun Pertamina membantah, namun hal itu bisa diperdebatkan, kenapa ada kejadian yang berulang, tetapi tidak ada perbaikan. "Pernah nggak kejadian begini di negara lain misalnya di Arab? Kalau ada percikan api sedikit saja langsung diatasi, beda cerita kalau ada serangan bom. Hanya di Pertamina (RI) yang kebakarannya berulang begini," ungkap Fahmi.
Lebih lanjut, dia mengatakan setiap kali ada kecelakaan, Pertamina seolah sudah siap dengan pernyataan akan melakukan audit investigasi, tetapi hasilnya tidak pernah ketahuan.
"Pertamina tidak pernah menyampaikan hasil audit invesitigasinya, jangan-jangan malah tidak dilakukan. Investigasi Depo Plumpang sampai saat ini belum disampaikan hasilnya, malah kejadian lagi di Dumai," kata Fahmi.
Tidak Kredibel
Pada kesempatan berbeda, pengamat Kebijakan Publik yang juga Direktur Narasi Institut, Achmad Nur Hidayat, mengatakan jajaran manajemen Pertamina harus bertanggung jawab atas ledakan di fasilitas kilang Pertamina. "Mereka bisa dipidana. Kejadian Dumai terakhir, sudah cukup menjadi alasan bagi aparat penegak hukum untuk memidanakan para direksi dan seluruh komisaris Pertamina karena kebijakan abai K3, sehingga kebakaran kembali terjadi," kata Achmad.
Kejadian berulang kebakaran di fasilitas Pertamina menunjukkan seluruh top manajemen Pertamina tidak kredibel. Kalau perusahaan yang mengeklaim sebagai global company tidak kredibel, artinya sudah tidak layak untuk mengemban tanggung jawab.
"Di industri migas sebesar Pertamina, Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau K3 itu kultur utama perusahaan dari atas sampai bawah. Kejadian kebakaran yang berulang menunjukkan memang tidak ada kultur K3, jadi perlu ada perubahan fundamental. Jangan hanya middle management yang diminta tanggung jawab, karena kultur perusahaan itu hanya berubah kalau dimulai dari top level.
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan sebagai BUMN yang memiliki nilai strategis, Pertamina harus senantiasa menjaga penerapan standar operasional keamanan dan keselamatan. Dengan terulangnya peristiwa kebakaran depo, menunjukkan ada kelalaian sehingga harus diaudit.
"Fasilitas strategis seperti depo BBM harus memiliki standar keamanan dan keselamatan yang tinggi, terjaga dari segala macam potensi bahaya, baik dari bencana alam atau gangguan lainnya," kata Wibisono.