Antibodi yang lebih kuat dapat menjelaskan tingkat penurunan infeksi varian Omicron yang lebih cepat di Indonesia.

JAKARTA - Hampir semua penduduk Jawa, pulau terpadat di Indonesia memiliki antibodi terhadap Covid-19, karena kombinasi infeksi sebelumnya dan vaksinasi terhadap virus. Ini hasil dari sebuah survei yang ditugaskan pemerintah menunjukkan.

Studi bulan Maret terhadap 2.100 orang, dilakukan di Jawa, rumah bagi 150 juta orang dan Bali, tujuan wisata utama Indonesia, mengungkapkan 99,2 persen orang memiliki antibodi Covid-19, meningkat 6 poin persentase dari survei Desember.

Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, yang melakukan survei dengan kementerian Kesehatan (Kemenkes), pada Senin (2/5) mengatakan kepada Reuters tingkat antibodi dalam survei terbaru lebih tinggi karena peluncuran vaksinasi booster yang lebih luas, karena penerima memiliki perlindungan yang lebih kuat.

Jumlah kasus harian di Indonesia telah menurun secara signifikan sejak lonjakan pada Februari didorong oleh varian Omicron. Sekitar 60 persen dari 270 juta penduduknya telah divaksinasi Covid-19. "Antibodi yang lebih kuat dapat menjelaskan tingkat penurunan infeksi varian Omicron yang lebih cepat di Indonesia," kata Pandu.

Studi Desember terhadap 22.000 orang, dilakukan secara nasional dan menunjukkan 86 persen orang Indonesia memiliki antibodi.

Indonesia melonggarkan banyak pembatasan pandemi, termasuk membebaskan karantina bagi wisatawan asing dan mencabut larangan dua tahun pada tradisi eksodus massal selama musim liburan Muslim Idul Fitri.

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, pada Senin mengatakan, survei itu merupakan faktor penilaian pemerintah bahwa liburan "dapat berjalan lancar tanpa membawa dampak negatif pada rakyat kita".

Studi ini dengan cermat melacak data terbaru di Inggris, di mana persentase orang dewasa dengan antibodi Covid-19 pada pertengahan Maret hampir 99 persen.

Vaksin Covid-19 tidak menyebabkan kemunculan penyakit hepatitis, termasuk hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya pada anak. Demikian disampaikan dokter spesialis anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Hanifah Oswari, dalam acara konferensi pers, di Jakarta, Jumat (6/5).

"Kejadian ini dihubungkan dengan vaksin Covid-19 itu tidak benar, karena kejadian saat ini tidak ada bukti bahwa itu berhubungan dengan vaksinasi Covid-19," ujarnya.

Dugaan Awal

Belum ada bukti keterkaitan kejadian hepatitis saat ini dengan Covid-19, selain adanya kejadian yang koinsiden atau bersamaan. Hanifah menerangkan, dugaan awal disebabkan oleh Adenovirus, SARS CoV-2, virus ABV dll. Virus tersebut utamanya menyerang saluran cerna dan saluran pernafasan.

"Secara umum gejala awal penyakit Hepatitis Akut adalah mual, muntah, sakit perut, diare, kadang disertai demam ringan. Selanjutnya, gejala akan semakin berat seperti air kencing berwarna pekat seperti teh dan BAB berwarna putih pucat," jelasnya.

Lebih jauh, Hanifah menekankan, jika anak mengalami gejala-gejala tersebut, orang tua diminta segera memeriksakan anak ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan diagnosis awal. Jangan menunggu hingga muncul gejala kuning bahkan sampai penurunan kesadaran.

Dia mengatakan, kondisi tersebut menunjukkan bahwa infeksi hepatitis sudah sangat berat. Jika terlambat mendapatkan penanganan medis, maka momentum dokter untuk menolong pasien sangat kecil.

"Apalagi kalau sampai sudah terjadi penurunan kesadaran, maka kesempatan untuk menyelematkannya sangat kecil," terangnya.

Hanifah menyarankan, orang tua meningkatkan kewaspadaan dengan melakukan tindakan pencegahan. Pemahaman orang tua terhadap gejala awal penyakit hepatitis akut.

Dia menuturkan, langkah awal yang bisa dilakukan dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah penularan hepatitis akut melalui saluran pernafasan dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19 seperti memakai masker, menjaga jarak dan mengurangi mobilitas.

"Jagalah kebersihan dengan cara mencuci tangan dengan sabun, memastikan makanan atau minuman yang dikonsumsi itu matang, tidak menggunakan alat-alat makan bersama dengan orang lain serta menghindari kontak anak-anak kita dari orang yang sakit agar anak-anak kita tetap sehat," tandasnya.

Baca Juga: