Polri menyarankan agar Kemenkumham melarang narapidana menggunakan handphone di lapas.
JAKARTA - Sebanyak 99 persen penyelundupan narkoba dari luar Indonesia dikendalikan dari lembaga pemasyarakatan (lapas) dengan menggunakan alat komunikasi handphone (HP) atau telepon genggam. Untuk mengantisipasi agar kasus ini tak terjadi lagi, terpidana penghuni lapas tidak diperbolehkan menggunakan atau memiliki HP.
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Pol Eko Daniyanto, mengambil contoh penyelundupan 900 ribu ekstasi dan sabu 600 ribu- 1,2 juta narkoba dikendalikan dari Lapas Nusakambangan oleh Aseng.
Karena itu, kata Eko, untuk mengantisipasi agar penyelundupan narkoba yang dikendalikan terpidana tidak terjadi lagi, pihaknya menyarankan kepada Kemenkumham melarang narapidana menggunakan HP. "Kalau SOP (Standar Operasional Prosedur) itu jalan dilapas, maka terpidana di dalam tidak akan dapat menghubungi jaringannya di luar," ujar dia.
Dia mengatakan adanya kejadian keterlibatan oknum baik sipir maupun petugas lapas yang meminjamkan HP kepada terpidana yang membayar, itu dapat diatasi dengan melakukan razia secara acak di lapas.
"Untuk razia pun jangan hanya petugas lapas saja, harus di-back up dengan instansi lain karena pernah ada kejadian petugas lapas diserang," kata Eko.
Cara kedua, ujar Eko, dengan mengumpulkan HP petugas yang sedang bertugas di lapas. Selain itu, harus ada komitmen untuk melakukan punishment terhadap petugas yang melanggar. Cara ketiga, dengan mempercepat batas waktu pengajuan peninjauan kembali (PK).
"PK kadang diajukan tiga bulan terakhir, sebelum batas waktu setahun PK berakhir. Dan dalam tiga bulan terakhir itu banyak terpidana yang mengajukan PK sehingga bertumpuk. Saya rasa hal tersebut perlu direvisi, batas waktu PK tiga bulan atau enam bulan setelah keluar vonis," kata Eko.
Sebelumnya, Direktorat Narkoba Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus penyelundupan 1,6 ton sabu di Perairan Anambas, Kepulauan Riau. Penyidik berhasil mendapatkan informasi dari hasil penyadapan GP milik terpidana warga negara Tiongkok dan Taiwan, di Lapas Cipinang, yang sedang berkoordinasi dengan jaringannya di luar Indonesia.
"Informasi sabu 1,6 ton itu didapat dari dalam Lapas Cipinang. Sebenarnya yang akan dikirim tiga ton. Informasi itu kita dapat ketika kita sedang melakukan penyidikan IT (informasi teknologi) terhadap terpidana asal Tiongkok dan Taiwan, yang telah dilakukan sejak sebulan penuh," kata Eko.
Setelah mendapat informasi, pihaknya langsung membentuk Tim Task Force yang melibatkan Ditjen Bea Cukai. Kemudian, dilakukan mapping di sekitar Tanjung Lesung dan Hotel Mandalika, Pandeglang, Banten yang kosong sejak 2017. Kami juga me-mapping salah satu hotel lain di sana, dimana pengendalinya yang asal Tiongkok mengendalikan penyelundupan dari sana," kata Eko.
Jadi, ujar Eko, asal terungkapnya kasus tersebut dari lapas. "Mereka merasa nyaman di sana, karena selama di lapas, dapat bebas menggunakan HP untuk mengendalikan penyelundupan shabu di sana," tukas Eko.
Perketat Pengawasan
Sebelumnya, Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Aidir Amin Daud meminta petugas lapas untuk memperketat pengawasan terhadap narapidana narkoba menggnakan HL di lapas. "Pengedar narkoba, bandar narkoba, awasi dengan baik. Jangan kasih kesempatan, orangorang yang potensi gunakan narkoba, jangan kasih kesempatan pegang HP," ujarnya.
Aidir mengatakan, bila napi narkoba dibiarkan memegang HP, maka hal itu akan menjadi masalah besar bagi petugas lapas. Sebab, alat komunikasi bisa digunakan untuk mengendalikan jaringan narkoba dari dalam lapas. eko/E-3