JAKARTA - Pada 17 Agustus 2023 mendatang, Indonesia sudah 78 tahun merdeka. Namun, negara besar dan kaya ini belum mampu memberi makan seluruh rakyat dari hasil bumi sendiri. Masih banyak kebutuhan pokok, termasuk beras, yang harus diimpor untuk memenuhi konsumsi dalam negeri.

Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Sigit Supadmo Arief, menyatakan bahwa pemimpin belum sepenuhnya sadar akan pentingnya jaminan pangan dan kemandirian pangan untuk memastikan ketahanan pangan bagi warganya.

"Ketidakmampuan Indonesia untuk menyediakan pangan dalam jumlah yang mencukupi karena abai di masa lalu yang membuat negara ini tidak siap menghadapi krisis pangan di tingkat global. Akibatnya, bencana kelaparan di masa depan bukan hanya disebabkan oleh kondisi dunia, tapi kondisi Republik yang tidak sadar bahwa perut rakyat itu yang paling utama harus dipenuhi sebagai dasar negara agar berdaulat," kata Sigit.

Kondisi tersebut sangat tragis karena sistem kronisme dan para pencari rente (rent seeking) dari zaman Orde Baru terus bercokol menggerogoti bangsa sebagai biang kerok masalah pangan di Tanah Air.

Menurut Sigit, kebutuhan pokok rakyat, yakni pangan, harus menjadi prioritas utama dan dipenuhi dengan baik oleh pemerintah sebagai bentuk kedaulatan negara. Tanah yang subur dan potensial harus dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan produksi pangan, sehingga negara ini tidak lagi bergantung pada impor pangan yang dapat menyebabkan kerentanan terhadap fluktuasi harga global.

"Contohnya, ada pejabat kementerian yang ditangkap KPK karena keputusan terkait pangan yang menguntungkan kelompoknya. Dari daging sapi sampai minyak goreng CPO, itu buktinya," kata Sigit.

Praktik-praktik tersebut menghambat perkembangan sektor pertanian dan pengembangan sumber daya manusia di bidang itu. Untuk membangun sistem pertanian yang tangguh dan berdaya saing memang memerlukan keputusan politik yang tegas dan tidak terpengaruh oleh kepentingan sempit.

Dalam konteks yang lebih luas, ketahanan pangan adalah fondasi yang mendasari stabilitas sosial dan politik suatu negara. Dengan ketersediaan pangan yang cukup dan terjamin, potensi konflik akibat kelangkaan pangan dapat dihindari.

Rentan Bergejolak

Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, dalam kesempatan terpisah, mengatakan abainya pemerintah membangun kedaulatan pangan nasional mengakibatkan harga pangan di dalam negeri rentan bergejolak karena bergantung pada impor.

"Liberalisasi pangan memunculkan rent seeking hingga mafia/kartel pangan yang mengancam keamanan pangan dan memicu krisis pangan," tegas Awan.

Ia mengatakan kedaulatan pangan tersebut harus dibangun dan tidak boleh ditunda-tunda serta melibatkan masyarakat.

"Semestinya pemerintah melakukan revitalisasi kearifan dan pangan lokal, lumbung pangan, dan koperasi pangan untuk meningkatkan produksi pangan dan demokratisasi tata niaga pangan," papar Awan.

Sebab itu, perlu penyediaan lahan melalui reforma agraria, pemanfaatan teknologi tepat guna, pengembangan SDM dan jejaring antardaerah untuk pemenuhan kebutuhan pangan

Baca Juga: