Persiapan masa praendemi sebaiknya tidak langsung melonggarkan seluruh protokol kesehatan, tapi dilakukan bertahap.

JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan dibutuhkan laju suntikan minimal 750 ribu per hari untuk memenuhi target vaksinasi kedua kepada 70 persen seluruh populasi di Indonesia saat momentum Ramadan pada April 2022.

"Kami telah hitung skenarionya. April 2022 saat Ramadan, mudik, Idul Fitri, kita bisa bila kita mencapai 70 persen vaksinasi lengkap seluruh populasi," kata Nadia dalam Diskusi RCEE #23 Pandemi Menuju Endemi: Siapkah Kita? yang diikuti dari YouTube Internet Sehat, di Jakarta, Jumat (11/3).

Nadia mengatakan sejak program vaksinasi Covid-19 bergulir di Indonesia pada 13 Januari 2021, pemerintah telah mengintensifkan laju suntikan vaksinasi rata-rata satu juta hingga dua juta suntikan per hari yang disesuaikan dengan ketersediaan vaksin di Tanah Air.

Hingga saat ini, kata Nadia, total 365 juta lebih dosis vaksin telah disuntikkan kepada masyarakat sasaran. Sebanyak 192 juta lebih (92,68 persen) di antaranya merupakan pemberian dosis pertama, 150 juta lebih (72,16 persen) dosis kedua, dan 14 juta lebih (6,73 persen) dosis ketiga atau booster dari total masyarakat sasaran berjumlah 208 juta jiwa lebih.

"Bila target 70 persen ingin dicapai pada akhir bulan April 2022 maka laju suntikan dosis kedua harus ditingkatkan menjadi 750 ribu per hari," katanya.

Jika capaian vaksinasi dosis kedua kurang dari target harian 750 ribu suntikan per hari, kata Nadia, maka target dosis kedua untuk 70 persen populasi paling lambat dicapai pada Mei 2022.

Nadia mengatakan vaksin tidak 100 persen melindungi masyarakat dari penularan SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 sehingga perlu dikombinasikan dengan peningkatan efektivitas proteksi dengan protokol kesehatan.

"Risiko infeksi sama dengan jumlah virus dibagi imunitas. Jadi kalau imunitas tinggi, pasti risiko infeksi rendah," katanya.

Diterapkan Bertahap

Nadia menambahkan kebijakan transisi dari pandemi Covid-19 perlu diterapkan secara bertahap dan disiapkan peta jalan untuk mempersiapkan normalisasi aktivitas masyarakat melalui kebijakan pengendalian Covid-19 dengan target agar tingkat hospitalisasi dan kematian tetap pada level yang rendah.

"Langkah awal di antaranya peningkatan cakupan dosis vaksinasi kedua dan booster, peningkatan kapasitas surveilans kasus aktif, testing dan tracing hingga jaminan akan fasilitas respons kesehatan yang mumpuni," katanya.

Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI), Tri Yunis Miko Wahyono, mengatakan persiapan masa praendemi sebaiknya tidak langsung melonggarkan seluruh protokol kesehatan, tapi dilakukan bertahap dan dilakukan terlebih dahulu di suatu daerah.

"Seharusnya benar-benar disiapkan supaya endemis. Pertama, pada praendemis. Supaya endemis bagaimana baiknya, pembebasan sosialnya harus dibatasi dulu," kata Miko.

Pelonggaran pembatasan dapat dilakukan secara perlahan-lahan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun, dilakukan secara bertahap sebagai bagian dari prinsip kehati-hatian. Menurutnya, pelonggaran protokol kesehatan dapat dimulai dengan suatu daerah tertentu dan tidak langsung diberlakukan dalam wilayah yang luas.

Protokol praendemi tersebut dapat dilakukan terlebih dahulu di suatu provinsi atau kabupaten/kota dan tidak langsung terimplementasikan ke seluruh Indonesia. Hal itu karena perbedaan kondisi pandemi antara satu daerah dengan daerah lainnya. "Karena positivity rate daerah berbeda-beda," ucapnya.

Sebelumnya, Nadia mengatakan penyusunan protokol kesehatan di masa praendemi sudah masuk tahap finalisasi.

Baca Juga: