Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 diperpanjang hingga 9 Agustus 2021 berakibat meruginya para pedagang rumah makan khusunya warung tegal (warteg). Ketua Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara) Mukroni menyesalkan sikap pemerintah yang kembali memperpanjang.

Menurut Mukroni, jumlah pedagang warteg yang saat ini sudah bangkrut mencapai lebih dari 50 persen.

"Saya punya prediksi, kalau ini terus diperpanjang, hampir 75 persen lah kita mengalami tutup kebangkrutan. Ya ini yang harus kita terima," ujar Mukroni pada Rabu (4/8/2021) yang dikutip dari Liputan6.com.

Pembatasan masyarakat sangat berdampak pada pedagang warteg karena menyebabkan sepinya pelanggan. Mukroni mengungkapkan, kebijakan PPKM level 4 ini sangat berdampak kepada para pedagang. Bukan hanya karena jam bukanya dipersempit, tapi mayoritas pembeli dari kelompok masyarakat menengah bawah juga kesulitan finansial.

"Kita ini berhubungan dengan masyarakat bawah. Masyarakat bawah sekarang ini daya belinya agak turun, tidak punya pendapatan," ungkapnya.

Semenjak sepinya pembeli, pedagang warteg saat ini lebih sering bersedekah kepada mereka yang membutuhkan daripada menjual. Meski tidak mendulang pendapatan, Mukroni masih sedikit bersyukur masakan yang sudah disiapkan tidak sia-sia.

"Mohon maaf, sekarang banyak yang minta-minta, yang datang ke warteg bukan para pelanggan, tetapi yang minta bantuan. Sekarang banyak orang minta-minta ke warteg, hampir setiap hari ada 8-10 orang," tuturnya.

"Ya kita bungkusin aja biarpun kita enggak punya duit. Kita punya makanan, daripada mubazir ya kita berikan aja kalau dia mau," pungkas pedagang warteg itu.

Keluhan terlontar oleh Komunitas Warung tegal Nusantara (Kowantara) yang sangat membebani pelaku usaha warteg.

Sementara, pemerintah sendiri melonggarkan aturan dengan memperbolehkan pengunjung makan di warteg maksimal 20 menit, kebijakan itu bukannya memberi angin segar tetapi justru dinilai makin merugikan.

"Enggak ada efeknya (boleh makan di warteg 20 menit), efeknya justru malah memperdalam konflik antara pelanggan dengan pemilik warteg," ujar Ketua Kowantara Mukroni kepada Liputan6.com.

Mukroni mengatakan, pembatasan waktu 20 menit untuk makan di warteg terasa sangat aneh, terlebih untuk orang tua yang butuh proses panjang untuk menyantap makanannya.

"Misalkan gini, okelah kalau orang yang umurnya 50 tahun, makan masih 5 menit. Tapi kan umur-umur yang 60-70 tahun kan nanti kalau tersedak, meninggal, nanti malah jadi rame," ungkapnya.

Selanjutnya, Ketua Kowantara itu menyatakan, batasan waktu 20 menit sangat tidak mungkin dilakukan untuk pengunjung warteg yang membeli beberapa menu tertentu seperti pecel lele.

"Kalau orang beli lele, pecel lele kan dimasak itu harus hidup. Artinya harus dimatiin, terus digoreng, digoreng juga harus krispi. Kan enggak bisa 20 menit. Ketika dia digoreng, itu kan perlu lama dan tentunya darahnya juga harus mengering," keluh pedagang warteg itu.

Baca Juga: