Titik panas atau hot spot kebakaran hutan dan lahan akan terus meningkat memasuki akhir Agustus hingga September.

JAKARTA - Sebanyak enam provinsi menetapkan status darurat kebakaran hutan. Ini dilakukan sebagai respons banyaknya titik panas atau hot spot yang dapat menjadi penanda terjadinya kebakaran hutan dan lahan memasuki akhir Agustus hingga September mendatang.

Kepala Pusat Data dan Informasi Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho,mengatakan gubernur dari enam provinsi yang telah menetapkan status darurat kebakaran hutan dan lahan, yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.

Provinsi Riau berlaku mulai 24 Januari 2017-30 November 2017, Jambi berlaku 23 Juni-31 Oktober 2017, Sumatera Selatan berlaku 31 Januari-31 Oktober 2017, Kalimantan Barat 1 Juni hingga 31 Oktober 2017, Kalimantan Tengah berlaku 1 Agustus-14 Oktober 2017, dan Kalimantan Selatan mulai 15 Juni-30 November 2017.

"Selain itu juga terdapat Kabupaten Aceh Barat menetapkan siaga darurat kebakaran hutan dan lahan 10 Juli-30 September 2017," imbuh Sutopo, di Jakarta, Selasa (22/8). Sesuai prediksi sebelumnya, titik panas atau hot spot kebakaran hutan dan lahan akan terus meningkat memasuki akhir Agustus hingga September mendatang.

Meskipun di beberapa wilayah mengalami hujan di atas normal pada musim kemarau, bahkan terjadi banjir di Sulawesi, Kalimantan, dan sebagian Sumatera, namun kebakaran hutan dan lahan masih terjadi di beberapa tempat. Pantuan satelit Terra, Aqua, dan SNPP pada Selasa 22 Agustus 2017 pukul 08.00 WIB terdeteksi 538 hot spot dengan tingkat kepercayaan sedang hingga tinggi.

Hot spot terus meningkat di Kalimantan Barat dan Papua. "Sebanyak 193 hot spot terdeteksi di Kalimantan Barat, dan 143 hot spot di Papua," sebut Sutopo. Kebakaran hutan dan lahan di Papua terkonsentrasi di Kabupaten Merauke. Kebakaran hutan dan lahan ini diduga terkait dengan adanya pembukaan kebun besar-besaran di Merauke.

Pantauan satelit menujukkan lokasi-lokasi hot spot berada pada bentang lahan yang terstruktur, rapi, dan dalam area yang luas. Menurut Sutopo, kemungkinan jumlah hot spot di lapangan lebih banyak daripada 538 hot spot karena beberapa wilayah tidak terlintasi oleh satelit Terra dan Aqua sehingga beberapa wilayah blank spot, seperti Aceh, Jambi, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan NTT.

Sutopo menambahkan, dengan adanya penetapan siaga darurat, mekanisme pengerahan bantuan lebih mudah karena ada kemudahan akses. "Penanganan kebakaran hutan dan lahan lebih terkoordinasi," imbuhnya.

Banyak Kendala

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, mengakui masih banyak kendala di lapangan yang menghalangi pemberantasan kebakaran hutan. Selain faktor cuaca, juga karena sistem monitoring dan sistem kelapangan. Daerah kebakaran juga kekurangan air.

Siti menjelaskan, soal cuaca, Indonesia tengah dilanda cuaca ekstrem akhir-akhir ini. Hal itu membuat titik panas atau hot spot di Indonesia bermunculan. Selain itu, lanjut Siti, sistem monitoring potensi kebakaran hutan belum sepenuhnya akurat. Akibatnya, potensi ataupun peristiwa kebakaran hutan terkadang telat ketahui untuk segera ditangani. cit/E-3

Baca Juga: