Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KDCA) pada Senin (26/12) mengonfirmasi kematian pertama akibat infeksi amoeba pemakan otak atau naegleria fowleri.
Seorang pria berusia 50-an dilaporkan meninggal 10 hari setelah menunjukkan gejala infeksi langka namun sangat mematikan tersebut.
Pria Korea yang sempat tinggal di Thailand selama empat bulan sebelum akhirnya memasuki Korea pada 10 Desember itu, menunjukkan gejala meningitis, seperti sakit kepala, demam, muntah, bicara cadel dan leher kaku pada malam kedatangannya.
Ia kemudian dipindahkan ke ruang gawat darurat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Namun nahas, pria itu harus meregang nyawa pada 21 Desember.
Mengutip Korea Times, otoritas kesehatan Korea lalu melakukan tes lebih lanjut untuk memastikan penyebab kematiannya, yang ditemukan terjadi akibat infeksi naegleria fowleri. Kasus ini sekaligus menjadi infeksi pertama amoeba pemakan otak di negeri Ginseng tersebut.
Walau diduga terinfeksi di Thailand, KDCA belum menemukan rute penularan yang tepat.
Melansir laman Centers for Disease Control and Prevention (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat, naegleria fowleri adalah amoeba bersel tunggal yang sangat kecil sehingga hanya bisa dilihat dengan mikroskop.
Berikut sejumlah fakta amoebapemakan otak yang telah Koran Jakarta rangkum dari berbagai sumber:
1. Menyukai panas
Naegleria fowleri termasuk organisme yang menyukai panas termasuk air hangat. Ia paling baik pada suhu tinggi hingga 46 derajat Celcius dan dapat bertahan dalam waktu singkat pada suhu yang lebih tinggi. Umumnya, naegleria fowleri ditemukan di air tawar yang hangat seperti danau, sungai, dan kolam.
Walau sangat jarang, amoeba pemakan otak ini telah ditemukan di kolam renang, tempat bermain air, taman selancar, atau tempat rekreasi air lainnya yang tidak dirawat dengan baik atau tidak memiliki cukup klorin di dalamnya. Namun, orang tidak dapat terinfeksi amoeba ini dengan meminum air yang terkontaminasi.
2. Menginfeksi melalui hidung
Amoeba jenis ini menginfeksi manusia ketika air yang mengandung ameba masuk ke tubuh melalui hidung dan kemudian jalan ke otak hingga menyebabkan infeksi otak langka yang mengancam jiwa, yang disebut meningoensefalitis amebik primer (PAM).
3. Menyebabkan kematian
Menurut CDC, PAM hampir selalu berakibat fatal dengan tingkat kematian melebihi 97 persen.
Ahli mikrobiologi di Universitas Ajou, Shin Ho-joon mengatakan begitu seorang pasien terinfeksi naegleria fowleri, kemungkinan untuk bertahan hidup sangat rendah karena penyakit ini berkembang pesat. Diagnosa pencegahan infeksi juga sangat sulit karena gejala awal mirip dengan flu biasa.
"Dan pada saat pasien menunjukkan gejala yang lebih terlihat seperti leher kaku, tidak sadarkan diri, koma atau kematian dapat terjadi di hari-hari berikutnya. Itulah sebabnya dalam banyak kasus, infeksi terdeteksi setelah kematian" katanya kepada Korea Times.
4. Gejala
CDC menuturkan gejala pertama PAM umumnya dimulai sekitar 5 hari setelah infeksi. Gejala termasuk sakit kepala, demam, mual, atau muntah yang selanjutnya diikuti leher kaku, kebingungan, kejang, halusinasi, dan koma. Setelah gejala dimulai, penyakit berkembang pesat dan biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sekitar 5 hari.
5. Kemungkinan infeksi rendah
Pertama kali ditemukan pada tahun 1965 oleh ahli patologi Australia Malcom Fowler, total kasus infeksi naegleria fowleri telah teridentifikasi sebanyak 381 kasus di seluruh dunia pada tahun 2018 hingga 2020. Kabar baiknya, Shin mengatakan warga Korea tidak perlu terlalu khawatir dengan kasus amoeba pemakan otak pertama karena parasit tersebut tidak mungkin ada di negara tersebut.
Namun, dia memperingatkan bahwa orang yang bepergian ke luar negeri harus berhati-hati karena jumlah infeksi yang meningkat di negara-negara seperti Amerika Serikat, negara-negara Asia Tenggara, dan beberapa negara Eropa. Walau begitu, CDCmencatat risiko infeksi naegleria fowleri di AS juga sangat rendah. Hanya ada 31 infeksi yang dilaporkan di negara itu dalam 10 tahun dari 2012 hingga 2021.