JAKARTA - Sebanyak 38 persen tenaga kerja di sektor formal merupakan bagian dari generasi sandwich. Generasi sandwich ini merujuk pada individu yang orang tuanya tidak pernah berpengalaman bekerja di sektor formal.

Demikian dikatakan Menteri Koordinator Pembangunan Masyarakat dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, dalam acara simposium "Dampak Hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) terhadap pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM)" di Jakarta, Rabu (6/12).

Seperti dikutip dari Antara, Muhadjir mengatakan konsekuensi dari kondisi itu adalah beban yang harus ditanggung oleh generasi tersebut dari dua arah, yaitu dari atas dan bawah, sebagaimana diibaratkan seperti sebuah sandwich.

"Mereka terjebak dalam situasi di mana mereka harus merawat orang tua dan juga menghadapi tanggung jawab terhadap anak-anak atau keluarga mereka sendiri," ungkapnya.

Muhadjir menyebutkan bahwa jika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap generasi tersebut maka akan berpotensi menimbulkan kemiskinan secara massal.

Kondisi tersebut, kata dia, semakin diperparah jika mereka tidak memiliki keterampilan yang cukup baik, karena hal itu dapat mengakibatkan penurunan ekonomi yang signifikan ketika mereka kehilangan pekerjaan.

Pembangunan SDM

Fenomena generasi sandwich, menurut Muhadjir, menjadi salah satu penyebab fluktuasi angka kemiskinan yang terus berubah-ubah. Dia menilai bahwa permasalahan ini menjadi tantangan dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia.

Muhadjir menekankan pentingnya perhatian, pengembangan keterampilan, dan pemberian pelatihan kepada generasi sandwich agar mereka mampu bersaing di pasar kerja, mengurangi risiko kemiskinan yang berlebihan, serta mendukung penguatan ekonomi negara.

"Perhatian terhadap kondisi tenaga kerja di Indonesia dan mengambil langkah-langkah konkret dapat memperkuat keterampilan dan stabilitas ekonomi bagi generasi sandwich dalam upaya mengatasi fluktuasi angka kemiskinan," ungkapnya.

Sebelumnya, ekonom dari Universitas Indonesia (UI), Telisa Aulia Falianty, menganjurkan agar generasi sandwich memiliki aset finansial sebagai pemasukan pasif untuk membantu sumber pemasukan sehingga tidak hanya mengandalkan dari pendapatan utama.

"Generasi sandwich lumayan berat ya bebannya. Tetapi memang justru dengan kita berpikirnya financial asset itu bisa membantu sumber pemasukan tambahan selain dari income mereka," kata Telisa.

Diibaratkan seperti namanya, sandwich atau roti apit, sebutan tersebut merujuk pada orang-orang yang memiliki beban ganda di mana dia tidak hanya berusaha untuk menghidupi dirinya sendiri, tetapi juga menanggung biaya hidup orang tua dan anaknya.

Telisa mengatakan aset finansial yang dimiliki berfungsi sebagai simpanan atau tabungan cadangan yang nantinya dapat bermanfaat jika sewaktu-waktu generasi sandwich menghadapi kebutuhan yang mendesak.

"Memang harus dimulai, ya. Dan diberikan edukasi finansial kepada mereka bahwa menabung itu justru akan membantu meringankan nanti beban mereka di masa yang akan datang," ujar Telisa.

Menurut Telisa, aset finansial yang wajib dimiliki generasi sandwich yaitu tabungan. Jenis aset ini merupakan aset finansial yang paling konvensional.

Selain itu, Telisa juga merekomendasikan generasi sandwich untuk mulai berinvestasi atau menabung emas dan ini dapat dilakukan dengan menyicilnya dimulai dari jumlah yang kecil. Kemudian, naik ke tingkatan selanjutnya, generasi sandwich juga dapat berinvestasi pada saham sambil didampingi oleh pihak profesional.

Jika generasi sandwich sudah memiliki beberapa aset finansial tersebut, aset juga dapat dikombinasikan dengan produk lainnya seperti simpanan di koperasi. Beranjak ke tingkatan yang lebih mumpuni lagi jika pemasukan utama sudah meningkat, generasi sandwich dapat berinvestasi pada obligasi hingga properti.

Baca Juga: