Jadi, kedatangan banyak vaksin ke daerah berarti sering tidak bisa membantu mempercepat vaksinasi karena ditahan. Gubernur atau Mendagri harus menegur keras daerah yang menahan stok vaksin.

Saat ini baru 31 jutaan warga yang divaksinasi. Padahal untuk mencapai kekebalan kelompok harus lebih dari 250 juta warga divaksin. Ada sisi kelebihan dan kekurangan saat sekarang ini terkait vaksinasi.

Di satu sisi, masyarakat mulai antusias (walau ada sejumlah kecil yang kolot, tidak mau divaksin), sehingga di setiap ada vaksinasi, hampir selalu berjubel. Namun sayang, antusias warga tidak dibarengi kecukupan vaksin.

Sering terjadi amuk massa karena jengkel sudah antre dari pagi tahu-tahu vaksin habis. Ini karena tidak imbang antara jumlah vaksin dan calon. Misalnya, jumlah vaksin 1.000 yang datang 3.000.

Kerap kali ada ketidaksesuaian pengumuman dengan pelaksanaan. Misalnya, dijanjikan ada 1.000 dosis, tetapi pada hari pelaksanaan, ternyata hanya tersedia 300 dosis. Ini juga membuat kesal masyarakat.

Pertanyaannya, apakah ketersendatan tersebut karena tidak ada vaksin? Inilah sebuah ironis. Mengapa? Sebab ternyata ada 25 jutaan dosis vaksin nganggur di daerah-daerah. Mengapa bisa demikian? Sinyalemen Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, kasus-kasus tadi terjadi karena daerah-daerah menahan vaksin.

Dia memberi contoh, daerah menerima 1.000 dosis, tetapi yang disuntikkan hanya 500. Sisanya ditahan untuk dosis kedua. Jadi, proses vaksinasi Covid-19 di sejumlah daerah belum sesuai dengan arahan pemerintah pusat. Salah satunya adalah jumlah vaksinasi tidak sesuai dengan dosis yang diterima.

Kondisi tersebut menyebabkan stok 25 juta dosis vaksin Covid-19 yang tersebar di daerah-daerah nganggur. Dia mengkritik tindakan daerah. Daerah tidak boleh stok vaksin. Sebab manajemen stok vaksin adalah tugas pemerintah pusat. Pemerintah daerah tidak boleh stok vaksin. Daerah harus melakukan vaksinasi sesuai dengan jumlah dosis yang diterima.

Artinya, kalau menerima 1.000 dosis harus disuntikkan 1.000, bukan 500. Dosis kedua akan dikirim pusat lagi, kalau waktunya tiba. Padahal daerah lain tidak ada vaksin karena benar-benar belum tiba lantaran kesulitan distribusi. Menkes mengeluh, kekosongan vaksin Covid-19 di daerah terjadi karena distribusinya lambat, bahkan tertahan di tingkat provinsi. Tidak sedikit bupati atau wali kota yang mengeluhkan kondisi tersebut.

Jadi, kedatangan banyak vaksin ke daerah berarti sering tidak bisa membantu mempercepat vaksinasi karena ditahan. Gubernur atau Mendagri harus menegur keras daerah yang menahan stok vaksin.

Apalagi sekarang vaksin semakin deras masuk ke dalam negeri, kalau di sini, ada penundaan atau penahanan vaksin seperti dilakukan pemda-pemda, tentu tidak sejalan dengan semangat pemerintah untuk mengejar kekebalan bersama.

Pemerintah daerah harus sejalan dan sehati dengan pemerintah pusat. Mereka juga mesti memiliki konsen yang sama untuk mengejar kekebalan daerah masing-masing. Semoga dengan begitu kekebalan nasional semakin terkejar, walau setengah saja belum. Jadi, masih jauh dari kekebalan nasional itu, apalagi kalau dihambat dengan menahan vaksin.

Baca Juga: