Lasem menjadi pusat wisata yang ada di pesisir pulau jawa dengan berbagai corak agama, ras, suku, budaya, tradisi, serta kesenian yang bervariasi. Berbagai julukan seperti kota toleransi, kota batik, kota garam, kota wali, kota garam, kota tiongkok kecil dan lain sebagainya itu telah lama menancap di kota tersebut dari berabad tahun lamanya. Acap kali untuk melestarikan budaya tersebut sudah menjadi tugas bersama bagi masyarakat Lasem.
Kesenian merupakan karya seni yang diciptakan oleh manusia dengan menyisipkan nilai-nilai luhur beserta filosofi yang ada didalamnya. Kesenian ini memicu rasa kebanggaan tersendiri bagi masyarakat pada umumnya sekaligus menjadi pembeda antara budaya yang ada di daerah satu ke daerah yang lain.
Sedangkan arti dari kesenian menurut Koentjaraningrat menjelaskan bahwa kesenian merupakan suatu hidup yang sejalan dengan mekarnya rasa keindahan yang tumbuh dalam sanubari manusia dari masa ke masa, dan hanya dapat dinilai dengan ukuran rasa. Adapun menurut William A. Haviland, Kesenian ialah keseluruhan sistem yang melibatkan proses penggunaan imajinasi manusia secara kreatif di dalam sebuah kelompok masyarakat dengan kebudayaan tertentu.
Banyaknya kesenian yang dimiliki Lasem yang notabene menjadi kota pusaka inilah menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat sekitar. Bukan hanya bangga dan mencintai kesenian tersebut, akan tetapi melakukan usaha untuk bagaimana memperkenalkan keindahan dari banyaknya budaya kesenian yang ada di Lasem, termasuk peran dari para generasi muda yang turut andil dalam hal ini.
Seperti yang dibahas sebelumnya kepemilikan sebuah kesenian menjadi identitas yang ternilai. bagi daerah tertentu, salah satunya bagi Kota Lasem. Untuk itu, terdapat 2 kesenian melegenda yang berasal dari Lasem dan hingga saat ini masih eksis dan tetap dilestarikan oleh warga.
- Laesan
Menurut Suyamti, yang dikutip di dalam buku pemajuan kebudayaan desa dasun oleh penulis angga hermansah, mengungkapkan bahwa laesan yaitu salah satu kesenian rakyat lasem yang telah berabad-abad hadir di tengah masyarakat. Laesan merupakan seni pertunjukan yang mendeskripsikan perihal kelahiran, kehidupan, dan kematian manusia. Unsur ghaib yang ada di dalamnya menjadi suatu kesakralan tersendiri.
Kesenian ini kolaborasi antara tarian dan tabuan yang diiringi suara tembang-tembangan khas Lasem. Kesenian ini berasal dari Desa Dasun Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang yang mana laesan ini dilakukan di tempat terbuka (out door), biasanya ditempatkan di lapangan yang begitu luas. Laesan ini diperankan oleh beberapa kaum laki-laki yang mempunyai semangat tinggi dan terdapat pemain tersebut memiliki sifat lemah lembut bak seorang bidadari dengan gerakan yang lemah gemulai. Biasanya dimasukkan ke dalam kurungan besar.
Iringan musik yang menyertai seperti bunyi tabuhan bambu, jun, maupun bunyi dari sandal jepit. Untuk suara yang didengar dari tabuhan bamboo, diperlukan potongan bambu yang dipotong kemudian dipukul ke atas batu besar dengan kondisi bambu di bawah dan agak miring.
Alat-alat yang diperlukan diantarannya kain kafan atau mori, kurungan ayam, dupa, kemenyan, pisang, dan bunga setaman. Bukan hanya itu, pasalnya pemain juga diharuskan untuk mengenakan pakaian tradisional yakni baju kanung guna menjaga keberadaan dan kelestarian budaya. Naik turunnya eksistensi laesan ini ditimbulkan dari adanya sejarah yang mana seni ini digalakkan oleh seorang galangan kapal yang makin lama semakin redup setelah mengalami revolusi pasca kemerdekan Republik Indonesia. Hingga akhirnya, tahun 1980 kesenian ini dihidupkan kembali sampai sekarang.
- Wayang Bengkong
Seni wayang ini bukan sembarang seni, akan tetapi wayang bengkong ini menjadi salah satu kesenian yang menjadi legend dari Desa Kajar Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang. Keberadaan wayang ini, sudah 8 abad lamanya tepatnya sudah ada pada abad ke-13 masa majapahit tahun 1345 Masehi. Kesenian rakyat ini secara turun-temurun di berikan kepada masyarakat setempat. Wayang ini diselenggarakan jika terdapat acara-acara seperti khitanan, sedekah bumi, sedekah laut, pernikahan, ruwatan, dan lain-lain.
Oleh karena itu, pemain wayang tersebut mempunyai khas tersendiri dimana dalang, para leluhur terlebih dahulu menggelar kegiatan ritual yang bertujuan untuk mendoakan para leluhur Desa Kajar, dengan durasi yang terkuras selama 2 jam. Dari hal inilah, sebenarnya peraga dari wayang bengkong sebagian besar seseorang yang sudah berusia senja atau yang sudah paham terkait wayang bengkong. Walaupun sebenarnya ada keprihatinan karena minimnya kepedulian anak muda dalam memposisikan kesenian ini agar tetap lestari, tapi sejauh ini, terkesan unik bukan?.