Amerika Serikat terus menekan junta militer di Myanmar. Tekanan kali ini yaitu dengan memasukkan tambahan dua jenderal dalam daftar hitam AS.

YANGON - Para pemimpin militer Myanmar terus mendapatkan tekanan baik dari dalam maupun luar negeri setelah terus berlangsungnya aksi protes yang menentang kekuasaan junta serta penerapan sanksi dari Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE).

Untuk menghadapi massa pengunjuk rasa, junta terus mengerahkan pasukan di sejumlah kota untuk melawan gerakan pembangkangan sipil yang menuntut pembebasan pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi.

Sanksi dan kecaman itu datang setelah 3 orang demonstran antikudeta tewas terkena peluru dan seorang warga yang sedang melakukan siskamling juga tewas setelah ditembak di Kota Yangon pada akhir pekan lalu.

Pada Senin (22/2) malam, AS memasukkan dua nama jenderal anggota dewan junta dalam daftar hitam yaitu komandan Angkatan Udara, Jenderal Maung Maung Kyaw, dan Letjen Moe Myint Tun. Kedua jenderal ini masuk dalam daftar hitam setelah sebelumnya AS menjatuhkan sanksi terhadap para jenderal di Myanmar pada awal Februari ini termasuk Jenderal Senior Min Aung Hlaing, panglima militer yang saat ini jadi penguasa junta di Myanmar.

"Kami tak akan ragu untuk mengambil tindakan lebih lanjut terhadap mereka yang melakukan kekerasan dan menekan keinginan rakyat. Kami pun tidak akan surut dalam mendukung rakyat Myanmar," kata Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, Selasa (23/2).

"Kami menyerukan kepada militer dan polisi untuk mengakhiri penumpasan semua serangan terhadap pengunjuk rasa damai, segera membebaskan semua yang ditahan secara tidak adil, menghentikan serangan dan intimidasi terhadap jurnalis dan aktivis serta memulihkan pemerintahan yang dipilih secara demokratis," imbuh Menlu AS itu.

Langkah AS menambah sanksi terhadap dua jenderal itu diumumkan selang beberapa jam UE menyetujui sanksi terhadap petinggi militer Myanmar dan aset mereka.

"Semua sokongan keuangan langsung dari sistem pembangunan kami untuk program reformasi pemerintah, ditahan," kata ketua kebijakan luar negeri UE, Josep Borrell, seraya menerangkan bahwa UE tak akan menghambat hubungan dagang dengan Myanmar karena akan berdampak pada masyarakat Myanmar secara lebih luas.

Selain itu kecaman terhadap junta di Myanmar pun datang dari menteri luar negeri negara-negara G7 (Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, AS, dan UE). "Penggunaan peluru tajam terhadap orang yang tidak bersenjata tidak dapat diterima," demikian pernyataan bersama para menlu G7 pada Selasa.

"Siapapun yang menanggapi protes damai dengan kekerasan harus dimintai pertanggungjawaban," imbuh mereka seraya menyerukan agar pasukan keamanan Myanmar menahan diri, menghormati hak asasi manusia dan hukum internasional.

Demo di Naypyidaw

Sementara itu aksi penumpasan dan dihentikannya akses internet tak menyurutkan warga untuk turun ke jalan. Saat ini bahkan aksi protes turut disertai oleh aksi mogok kerja pegawai negeri sipil, pekerja bank dan petugas medis.

Pada Senin (22/2) puluhan ribu warga terlihat melakukan aksi protes di Naypyidaw yang merupakan basis dari junta militer. Dalam aksi protes ini dilaporkan sebanyak lebih dari 100 warga ditahan.

Selain di Naypyidaw, aksi protes pun terjadi di Yangon dimana demonstran membuat barikade di sekitar kota itu agar mereka bisa dengan leluasa melakukan aksi untuk mengenang korban tewas dalam aksi demo. AFP/I-1

Baca Juga: