PORT MORESBY - Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Masyarakat (IFRC) Papua Nugini mengatakan hingga Minggu (30/6), sekitar 15 ribu orang telah mengungsi akibat dua letusan gunung berapi, yakni Gunung Manam dan Gunung Ulawun.

Sekitar 3.775 orang telah melarikan diri menghindari bahaya letusan Gunung Manam dan 11.047 orang dari letusan Gunung Ulawun. Para warga itu berlindung di pusat-pusat pengungsian.

Gunung Ulawun, yang terletak di timur laut Papua Nugini di Britania Baru, meletus Rabu (26/6) dan mengeluarkan abu vulkanik sekitar 18 kilometer ke udara. Para ahli menyebutkan ledakan Gunung Ulawun kali ini adalah yang terbesar semenjak tahun 2000 lalu.

Sementara itu, Gunung Manam yang berada dekat dengan Gunung Ulawun meletus Jumat (28/6) dan mengirimkan aliran piroklastik (hasil letusan gunung berapi yang bergerak cepat dan terdiri dari gas panas, abu vulkanik, dan bebatuan) berbahaya ke lereng gunung.

Abu vulkanik yang disebabkan oleh kedua gunung tersebut berisi material kecil seperti kaca. Material ini bisa merusak paru-paru secara permanen bahkan dapat menyebabkan kematian.

Terus Meletus

Kepala Pusat Bencana Provinsi Britania Baru Barat, Leo Mapmani, mengatakan risiko kesehatan dari abu vulkanik yang jatuh juga menyebabkan ribuan penduduk tidak dapat kembali ke rumah mereka.

"Jika [abu vulkanik] berada di puncak bukit dan angin bertiup, penduduk akan menghirupnya," kata Mapmani.

Salah seorang penduduk Pulau Manam, Jordan Sauba, mengatakan kepada media setempat bahwa rumahnya hancur akibat abu vulkanik dan batu yang jatuh dari Gunung Manam.

"Kami tidak punya tempat untuk pergi sehingga kami pergi ke bawah rumah dan bersembunyi di sana selama setidaknya delapan jam," ujar Sauba.

Surveyor Geodetik Rabaul Volcano Observatory, Steve Saunders, memperkirakan Gunung Manam akan terus meletus dengan aliran lahar aktif dari puncak gunung ke laut.

"Satelit sedang memantau gas dan temperatur. Kami juga memantau deformasi untuk melihat apakah ada peningkatan [aktivitas gunung berapi]," tutur Saunders.ang/AFP/P-4

Baca Juga: