Titik api baru mulai terdeteksi Rabu (14/8) pagi setelah memantau melalui satelit Lapan dan dikonfirmasi oleh tim patroli udara.

PALEMBANG - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) telah menghanguskan sekitar 100 hektare lahan gambut di Desa Muara Medak, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

"Untuk luasan pastinya belum dapat laporan dari tim darat, namun diperkirakan sekitar 100 ha. Secara fisik asapnya sangat tebal, namun api tidak terlihat. Sudah kita kerahkan tiga helikopter untuk water bombing," kata Kepala Bidang Penanganan Darurat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel, Ansori, Rabu (14/8).

Ansori menjelaskan titik api baru mulai terdeteksi Rabu (14/8) pagi setelah memantau melalui satelit Lapan dan dikonfirmasi oleh tim patroli udara. Titik api, kata dia, diduga muncul dari lahan milik warga yang merembet ke lahan perkebunan milik perusahaan.

"Tim pemadam darat kesulitan mencapai lokasi kebakaran karena wilayah gambut dan jauh dari lokasi permukiman."

Sementara itu, Bupati Muba Dodi Reza Alex Noerdin mengatakan Pemkab Muba segera melakukan tindakan yang tegas dalam upaya penanggulangan karhutla tahun ini.

"Saya sudah menugaskan wakil bupati untuk segera turun ke Bayung Lencir untuk mengumpulkan perusahaan-perusahaan dan kita paksa mereka untuk segera action langsung," katanya.

Dibakar Orang

Sementara itu, di Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, sejak Januari hingga Agustus 2019, luas hutan dan lahan terbakar sekitar 1.500 hektare. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bintan mencatat kebakaran lahan kebanyakan dibakar orang tidak bertanggung jawab.

"Sekitar 90 persen kebakaran terjadi karena faktor kesengajaan manusia," ujar Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pemadam Kebakaran Kecamatan Gunung Kijang, Teluk Bintan, dan Toapaya, Nurwendi, Rabu.

Akibat Asap

Sementara itu, kematian dini akibat asap karhutla bisa mencapai angka 36.000 ribu jiwa per tahun pada periode 2020 hingga 2030. Angka tersebut akan terjadi bila pengendalian karhutla tidak berjalan maksimal.

"Dari angka itu 92 persen kasus kematian dini diperkirakan akan terjadi di Indonesia, 7 persen di Malaysia, dan 1 persen di Singapura. Hasil ini merupakan penelitian gabungan kami dari Harvard University dan Columbia University," kata peneliti dari Harvard University, Tianjia Liu, saat memaparkan penelitiannya di Jakarta.

Hasil penelitian tersebut diperoleh dari dampak persebaran polutan PM2.5 akibat asap karhutla. Partikel polutan tersebut menyebabkan masyarakat terkena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

"Dampak kesehatan sangat berkaitan dengan konsentrasi kuat PM2.5. Paparan polutan yang berbahaya ini akan meningkatkan kematian dini," tambah Tianjia dalam penelitian berjudul Fires, Smoke Exposure, and Public Health: An Integrative Framework to Maximize Health Benefits from Peatland Restoration.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bisa terlibat dalam persoalan karhutla karena ada kerugian negara dalam peristiwa itu. eko/Ant/P-4

Baca Juga: