Pola asuh memegang peranan penting dalam mengatasi permasalahan stunting.

JAKARTA - Sebanyak 1.000 desa di Indonesia belum bebas stunting atau gangguan tumbuh kembang anak.

Pemerintah akan mengintervensi agar angka stunting terus menurun dengan mengoptimalkan penggunaan dana desa.

Menteri Kesehatan, Nila Moeloek, mengatakan terdapat 1.000 desa yang di daerahnya masih ada stunting.Kondisi tersebut membutuhkan intervensi oleh dana desa. "Kami nanti intervensi dengan dana desa.

Ibu hamil yang kurang gizi, tidak ada akses air bersih dan cacingan, biasanya bayinya akan kena stunting," jelas Nila dalam sambutannya di acara Stunting Summit 2018, di Jakarta, Rabu (28/3).

Nila mengatakan pola asuh memegang peranan penting dalam mengatasi permasalahan stunting. "Pola asuh memegang peranan penting, bagaimana asupan gizi yang diberikan pada anak.

Itu yang harus diperhatikan oleh ibu," ujar Menkes. Begitu juga lingkungan, lanjut dia, perlu diperhatikan bagaimana ketahanan pangan, sanitasi dan sebagainya.

Menurut Nila, hal itu yang harus diperhatikan dan tentu tidak bisa bisa ditangani oleh Kementerian Kesehatan sendirian.

"Hari ini, saya ingin garis bawahi kerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), karena ada 1.000 desa yang ada masalah stunting," ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, daerah yang statusnya sudah darurat stunting, yakni Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Barat (Sulbar) dengan angka mencapai lebih dari 40 persen. Sedangkan daerah hijau stunting balita yaitu Bali dan Gorontalo.

"Akibatnya, anak-anak ini menjadi tidak pandai. Tugas kami adalah melakukan intervensi spesifik dan agar segera ditolong," kata Nila.

Stunting, lanjut Nila, berdampak pada kondisi otak anak sehingga secara umum dapat mengurangi kualitas SDM, dan berpotensi pada terganggunya ekonomi nasional.

"Akibat stunting, anakanak jadi tidak pandai. Tugas Kemenkes intervensi secara fisik," papar dia.

Nila mengatakan tidak hanya bekerja sama dengan Kemendes PDTT, Kemenkes juga akan melibatkan ulama untuk mengatasi stunting.

Sebab banyak kasus stunting terjadi akibat perkawinan dini yang mengakibatkan anak lahir dengan berat badan lahir rendah.

Mesti Terintegrasi

Sementara itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo, mengatakan penanganan stunting harus dilakukan secara terintegrasi.

Bagaimana sarana prasarana mandi cuci kakus (MCK), polindes, posyandu, kemudian akses air bersih dan sebagainya.

"Dana desa bisa digunakan pemberian makanan sehat untuk peningkatan gizi balita, disampingnya infrastruktur seperti sudah terpenuhi," kata Eko.

Eko menjelaskan Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara maju, tapi salah satu kendala untuk menjadi negara maju adalah tingkat pendidikan dan kualitas sumber daya manusia.

Dengan penanganan stunting yang terintegrasi, lanjut Mendes, pihaknya menargetkan bisa menurunkan angka stunting yang saat ini berjumlah 37,2 persen turun menjadi satu digit atau dibawah 10 persen.

Permasalahan stunting, kata Eko, sebagian besar adalah masalah ketidaktahuan, infrastruktur dan kemiskinan.

"Kemiskinan bisa diatasi dengan peranan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Misalnya, desa di Kujon Kidul, Malang, yang sukses dalam mengelola agrowisata dan dampaknya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa itu," cetus Eko.

Saat ini, penurunan ngka kemiskinan di pedesaan lebih tinggi dibanding di perkotaan yakni 4,5 persen sementara di kota hanya empat persen.

Eko meyakini penurunan angka stunting yang saat ini berjumlah 37,2 persen dapat turun menjadi satu digit atau di bawah 10 persen dengan penanganan terintegrasi. cit/E-3

Baca Juga: